English By Radio Elvictor FM

English By Radio Elvictor FM

Selasa, 24 Juni 2008

PERISTIWA MONAS (2)


Pelajaran “Berharga” Peristiwa Monas [2]

“Tidak ada asap, jika tidak ada api, “ujar KH. Cholil Ridwan melihat kasus Monas. Ada hegemogi media dan dukungan LSM pada AKKBB. Peristiwa ini harus menjadi pelajaran umat Islam.
Oleh : Sulardi
Sumber:www.hidayatullah.com

PROLOG:
Ketidadilan media massa, rovokasi kalangan liberal yang diback-up TV dan “adu-domba” antar ormas Islam membuat umat Islam “tak berdaya” dalam kasus Monas. Untugnya, kalangan Muslim cepat sadar. Sebuah pelajaran yang sangat berharga!
Ahmadiyah Akar Persoalan
Untungnya, umat Islam segera cepat sadar. Ketika provokasi “adu-domba” umat ini berlangsung massif dengan difasilitasi media massa dan TV, ormas-ormas Islam mengembalikan persoalan yang sesungguhnya.
Ketua MUI, KH. Cholil Ridwan mengatakan, insiden Monas Ahad, (1/6), lalu cuma “asap”. Untuk menghilangkan asap tersebut, maka apinya harus dipadamkan. Yang dimaksud “api”, kata KH. Cholil adalah, segala tindak kekerasan terhadap akidah umat Islam serta penodaan terhadap Al-Quran.
Setelah di beberapa tempat kelompok-kelompok organisasi “onderbow” NU melakukan pembalasan, tiba-tiba ormas Islam, seperti; Majelis Ulama Indonesia (MUI), Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, Persis, Garda Bangsa, Pemuda Anshor, Pergerakan Mahasiswa (PMII), Forum Umat Islam (FUI), Badan Komunikasi Pemuda Remaja Masjid Indonesia (BKPRMI), Tim Pengacara Muslim TPM), Front Pembela Islam (FPI), Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Persatuan Umat Islam (PUI), dan Keluarga Muslim se-kota Bogor melakukan “Ikrar”. Di Balaikota Bogor, Jabar, mereka membuat "Ikrar Ukhuwah", guna menjaga situasi Kota Bogor tetap kondusif. Di beberapa tempat juga dilakukan hal sama. Termasuk di Jabar dan di Kalimantan.
Ketua PBNU, KH. Hasyim Muzadi menyatakan, “Sebenarnya, masalah Ahmadiyah ini bukan masalah kebebasan beragama dan berkeyakinan, tetapi masalah penodaan agama tertentu, dalam hal ini adalah Islam.” Beliau juga menyesalkan sikap Pemerintah yang tidak tegas terhadap persoalan Ahmadiyah. (Republika.co.id, 3/6/2008).
Rois Syuriah PWNU Jawa Timur, KH Miftahul Akhyar, juga menyatakan insiden Monas membuktikan SKB Ahmadiyah mendesak dikeluarkan (RCTI, 3/6/2008).
Islam sebagai Sasaran
Melihat pola arus informasi atas insiden ini, sepertinya mirip dengan pola yang digunakan di masa lalu. Dimana bisa diprediksi akan melahirkan beberapa hal;
Pertama: Adanya pengalihan isu. Semula isu yang dominan adalah tuntutan kenaikan harga BBM dan pembubaran Ahmadiyah yang telah dinyatakan menyimpang oleh Bakorpakem, juga kekerasan polisi di kampus UNAS. Kini, isu seakan bergeser menjadi isu pembubaran ormas Islam tertentu. Ketua Lembaga Penyuluh Bantuan Hukum PBNU, M Sholeh Amin mengingatkan jangan sampai pengalihan isu demikian dibiarkan. (Republika.co.id, 3/6/2008).
Kedua: Adanya Stigmatisasi ormas Islam. Dari banyak komentar dan opini media massa digambarkan betapa buruknya wajah kaum Muslim yang sebenarnya justru membela kemurnian akidahnya.
Ketiga: Menghancurkan organisasi Islam yang memperjuangkan syariah Islam dan secara terbuka menentang pornografi-pornoaksi, dan kemungkaran. Lihatlah, pasca Insiden Monas, Opini yang semua hanya mengecam “kekerasan” FPI, tiba-tiba bergeser pembubaran FPI lalu lebih meluas ke pembubaran MUI dan ormas-ormas Islam “garis keras”, istilah yang sering digunakan kaum liberal. Adnan Buyung Nasution dan Goenawan Mohamad menuntut pembubaran beberapa ormas Islam yang sesungguhnya tidak terkait sama sekali dengan insiden tersebut. Bahkan mereka mendesak Menteri Hukum dan HAM untuk mengajukan permohonan ke pengadilan lalu meminta hakim untuk membubarkan Majelis Ulama Indonesia (Hidayatullah.com, 2/6/2008).
Keempat: Ada pengendalian arus informasi. Di mana, aparat lebih cenderung bergerak atas “tekanan” media massa dan sekelompok kecil pakar yang tak merepresentasikan mayoritas orang. Inilah rupanya hal yang disadari kaum liberal yang tergabung dalam AKKBB. Pemanfaatan media sebatas ingin menunjukkan, bahwa publik setuju dengan pendapatnya. Sementara, pihak media massa –yang selama ini dianggap sebagai lembaga independent dalam teori-teori yang dipelajari di buku-buku—nyatanya juga berlaku subyektif dan tidak fair. Liputan TV One dan beberapa stasiun TV lebih cenderung “mengarahkan” orang membela Ahmadiyah dan menyudutkan kelompok penentangnya.
Syukur, peristiwa ini disadari umat Islam. Ketua Aliansi Damai Anti Penistaan Islam (ADA-API) KH Noer Muhammad Iskandar, beserta ulama dan tokoh Islam langsung melakukan aksi “perlawanan” dengan membalas aksi lebih besar, sekitar 9000 orang “mengepung” Istana. (Hidayatullah.com, 9/6/2008).
Tetapi, sekali lagi, media seperti Metro TV, TV One, TransTV, Trans-7, SCTV dan RCTI tak terlalu tertarik menjadikan liputan “LIVE”, sebagaimana saat menggerebek FPI. Sebab bagi media, besar atau kecil jumlah orang, itu hanyalah image (citra). Gerakan ribuan orang berpakaian putih-putih “mengepung” Istana tak terlalu menarik dibanding segelintir aktivis AKKBB. Sekali lagi, ini soal image (cintra)!.
Jadi, yang sedang terjadi sebenarnya adalah upaya “membungkam” orang dan organisasi yang secara tegas menyuarakan Islam.
Lantas siapa yang diuntungkan? Tentu, mereka yang tidak menginginkan Islam kuat dan mereka yang tidak menginginkan Indonesia kuat. Mereka yang diuntungkan adalah kaum imperialis dan para kompradornya.
Menarik dicatat, sebagian tokoh pendukung Ahmadiyah itu adalah para tokoh penting di balik Reformasi 1998 yang mendapat bantuan dana 26 juta dolar AS dari USAID untuk menjalankan agenda AS. Bantuan dana ini dapat dilihat dalam The New York Times (20 Mei 1998). Kedekatan AS dengan para tokoh AKKBB ini juga ditunjukkan dengan kedatangan Kuasa Usaha Kedubes AS untuk Indonesia, John Heffrn menjenguk anggota AKK-BB yang menjadi korban insiden Monas 1 Juni. Bahkan, salah satu rekomendasi The Rand Corporation (http://www.rand.org) dalam menundukkan Islam adalah mencegah aliansi antara kaum tradisionalis dan kaum fundamentalis. Caranya adalah dengan "mengadu-domba".
Karena itu, sungguh bijak pernyataan Ketua Umum PBNU KH Hasyim Muzadi yang menyesalkan penggunaan dan pelibatan nama NU dan kelompok NU dalam masalah ini. “Karena relevansinya tidak ada antara NU dan Monas, NU dan FPI. Tapi, kenapa lalu ditulis korban itu adalah orang NU?” ujarnya. Oleh karena itu, KH Hasyim mengingatkan pihak-pihak yang ingin menggiring NU, terutama badan otonom NU seperti GP Ansor, Ikatan Pencak Silat Pagar Nusa, Lakpesdam NU agar menghentikan provokasinya. (Detik.com, 3/6/2008).
Penutup
Meski SKB tiga Menteri –yang berupa surat peringatan dan perintah-- telah keluar, setidaknya, ke depan, umat Islam harus mulai belajar dari pengalaman buruk ini. Ke depan, umat Islam tak harus selalu diam. Apalagi menghadapi sikap otoritarianisme media massa yang sering tidak berlaku fair.
Bandingkan dengan cara kerja kalangan liberal seperti AKBB. Beberapa menit peristiwa, mereka sudah menggelar jumpa pers. Koran, radio dan TV mendukungnya. Tokoh-tokoh yang senantiasa dianggap pembela HAM langsung serempak berteriak dan semua menekan pemerintah.
Harus diakui, cara kerja kalangan liberal melalui AKKBB meski hanya segelintir orang –sebab mereka tak mewakili umat Islam mainstream— patut diacungi jempol. Hubungan antara AKKBB, LSM dan media massa adalah hubungan simbiosis saling menguntungkan yang melahirkan “kepentingan politik dan bahan berita.”
Alhamdulillah, sikap para ulama, tokoh masyarakat hingga para artis yang menjenguk Ketua FPI, Habib Rizieq, setidaknya “membalik” opini tidak fair yang telah dibangun media massa. Umat Islam sudah mulai cerdas. Ormas-ormas Islam juga cepat paham dan tak mau berlama-lama terkena umpan “provokasi” murahan.
Wahai kaum Muslim, hendaknya kita tidak mudah terprovokasi dan diadu-domba oleh kafir penjajah yang memang sangat ingin memecah-belah kesatuan umat Islam. Kita pun jangan sampai terdorong untuk memprovokasi dan mengadu-domba sesama Muslim karena Rasulullah saw. bersabda:
“Tidak akan masuk surga orang yang suka mengadu-domba.” (Mutaffaq ‘alaih).
Rasulullah saw pernah mengingatkan, bahwa umat Islam tidak akan pernah hancur oleh kekuatan luar yang berasal atau musuh-musuh Islam, kecuali ketika kita sudah saling menghancurkan satu sama lain:
«وَإِنِّي سَأَلْتُ رَبِّي ِلأُمَّتِي أَنْ لاَ يُهْلِكَهَا بِسَنَةٍ عَامَّةٍ وَأَنْ َلا يُسَلِّطَ عَلَيْهِمْ عَدُوًّا مِنْ سِوَى أَنْفُسِهِمْ فَيَسْتَبِيحَ بَيْضَتَهُمْ وَإِنَّ رَبِّي قَالَ يَا مُحَمَّدُ إِنِّي إِذَا قَضَيْتُ قَضَاءً فَإِنَّهُ لاَ يُرَدُّ وَإِنِّي أَعْطَيْتُكَ ِلأُمَّتِكَ أَنْ لاَ أُهْلِكَهُمْ بِسَنَةٍ عَامَّةٍ وَأَنْ َلاَ أُسَلِّطَ عَلَيْهِمْ عَدُوًّا مِنْ سِوَى أَنْفُسِهِمْ يَسْتَبِيحُ بَيْضَتَهُمْ وَلَوْ اجْتَمَعَ عَلَيْهِمْ مَنْ بِأَقْطَارِهَا أَوْ قَالَ مَنْ بَيْنَ أَقْطَارِهَا حَتَّى يَكُونَ بَعْضُهُمْ يُهْلِكُ بَعْضًا وَيَسْبِي بَعْضُهُمْ بَعْضًا»
Sungguh, aku telah memohon kepada Tuhanku bagi umatku agar mereka tidak binasa karena wabah kelaparan dan agar musuh dari kalangan selain mereka sendiri tidak dapat menguasai mereka hingga masyarakat mereka terjaga. Sungguh, Tuhanku kemudian berfirman, “Wahai Muhammad, sesungguhnya jika Aku telah menetapkan suatu putusan maka putusan itu tidak dapat ditolak. Sungguh, Aku telah memberimu bagi umatmu bahwa mereka tidak dibinasakan oleh wabah kelaparan dan musuh selain dari kalangan mereka tidak dapat menguasai mereka sehingga masyarakat mereka terjaga sekalipun dikepung dari berbagai penjuru, hingga mereka saling menghancurkan satu sama lain dan saling menawan satu sama lain.” (HR Muslim).
Mudah-mudahan, peristiwa ini menjadi pelajaran berharga bagi kita semua untuk semakin matang, dewasa dan semakin cerdas di masa depan.

Read More...

PERISTIWA MONAS (1)


Pelajaran “Berharga” Peristiwa Monas [1]

“Tidak ada asap, jika tidak ada api, “ujar KH. Cholil Ridwan melihat kasus Monas. Ada hegemogi media dan dukungan LSM pada AKKBB. Peristiwa ini harus menjadi pelajaran umat Islam.
“ Sisi Lain Di Balik Kasus Monas “
Oleh: Sulardi
Sumber:www.hidayatullah.com
PRIHATIN! itulah perasaan bisa kita saksikan melihat kondisi umat Islam seminggu, sebelum ini. Belum lama rakyat disuguhi kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). Penolakan terus terjadi dimana-mana. Di susul penyerbuan aparat polisi di kampus Universitas Nasional (UNAS) dan tindakan anarkhisme yang melahirkan pengecaman di mana-mana. Belum lagi kasus “memalukan” pemerintah Indonesia, Blue Energy (energi biru) yang tiba-tiba cepat hilang berganti dengan kecaman terhadap Front Pembela Islam (FPI).
Mengapa isu-isu besar di Negeri kita begitu cepat berlalu dalam sekejab? Dan mengapa pula orang hanya sibuk melihat aksi “kekerasan” FPI? Mengapa tidak melihat mengapa FPI melakukan itu? tak banyak orang mempertanyakan secara jeli. Meminjam istilahnya Ketua MUI, Cholil Ridwan, “Bukankah tidak ada asap kalau tidak ada api?”. Tulisan ini, hanya mengungkap “sisi lain” di balik peristiwa itu.
“Provokasi” dan “Kekerasan Simbolik”
PADA saat ’Insiden Monas’, yaitu bentrokan antara Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB) dengan massa yang beratribut Front Pembela Islam (FPI) di Lapangan Silang Monas ke arah Jalan Medan Merdeka Selatan. (Belakangan dibantah bahwa yang bentrok itu bukanlah FPI melainkan Komando Laskar Islam (KLI).
Pakar komunikasi Universitas Hasanuddin, Aswar Hasan, mengatakan, bentrokan antara FPI dan AKKBB adalah efek dari “kekerasan simbolik” yang selama ini terjadi. Aksi-aksi sporadis kalangan liberal–seperti melecehkan MUI dan merendahkan wibawa ulama (ingat pelecehan dan penghinaan Adnan Buyung kepada KH Ma’ruf Amien, tokoh NU dan Ketua MUI di Radio BBC beberapa waktu lalu)–selalu mendapat tempat terhormat di media massa dan TV. “Jadi, sesungguhnya ‘kekerasan simbolik’ itu sudah lama dilakukan kalangan liberal terhadap kalangan Islam yang lain,” ujar Aswar (Hidayatullah.com, 2/6/2008).
AKKBB merupakan kelompok yang giat membela Ahmadiyah. Padahal Ahmadiyah telah dinyatakan sesat oleh berbagai organisasi seperti keputusan Majma’ al-Fiqih al-Islami Organisasi Konferensi Islam (OKI) tahun 1985, Fatwa MUI tentang Ahmadiyah tahun 2005, termasuk Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah. Bahkan Badan Koordinasi Pengawas Kepercayaan dan Keyakinan Masyarakat (Bakorpakem) pada 16 April 2008 menetapkan Ahmadiyah sebagai aliran yang menyimpang dari Islam. Di saat seluruh ormas Islam colling down menunggu sikap pemerintah melalui surat Keputusan Bersama (SKB) tentang pelarangan, tiba-tiba, AKKBB secara sporadis berusaha “menjegal” keluarnya SKB dengan cara memasang iklan.
Di tengah situasi psikologis seperti itu, setidaknya sejak 15 Mei 2008, terpampang iklan petisi di situs resmi AKKBB, yang disebar ke berbagai milis, dan akhirnya dirilis di 9 media massa nasional mulai tanggal 26 Mei 2008. Petisi bertajuk “Mari Pertahankan Indonesia Kita!” itu dikoordinasikan oleh ICRP dan Aliansi Bhineka Tunggal Ika dan disebar di beberapa milis di Indonesia. Sebagaimana diketahui, Aliansi Bhineka Tunggal Ika adalah kelompok yang pernah menggerakkan kalangan lesbian, homo, para pelacur dan penyanyi dangdut untuk menyampaikan sikap penolakan terhadap Rancangan Undang-undang (RUU) Anti Pornografi dan Pornoaksi (APP). Dilihat dari pendukungnya pun terdiri dari ideolog sosialis, aktivis Ahmadiyah, sebagian warga non-Muslim dan kaum liberal.
“Dan Alhamdulillah setelah negosiasi dan melobi pihak sana sini akhirnya iklan petisi ini berhasil dimuat di 9 media dengan ukuran yang cukup lumayan. Satu halaman di Koran Tempo (26/5), Majalah Tempo dan Majalah Madina (01/6), setengah halaman di Koran Rakyat Merdeka, Jawa Pos, Media Indonesia (26/5), Sinar Harapan & The Jakarta Post (27/5) serta seperempat halaman di Kompas (30/5),” ujar Nong Darol Mahmada dalam situs pribadinya (http://nongmahmada.blogspot.com/).
Iklan petisi tersebut berisi pembelaan terhadap Ahmadiyah. Bukan hanya itu, petisi itu juga berusaha mengadu-domba umat Islam dengan Pemerintah dengan menyatakan, “Kami menyerukan, agar Pemerintah, para wakil rakyat, dan para pemegang otoritas hukum untuk tidak takut terhadap tekanan yang membahayakan ke-Indonesia-an itu.”
Provokasi terus terjadi. Majalah Tempo pada edisi 5-11 Mei 2008 menuduh para ulama dalam MUI lah yang menjadi biang “kekerasan”. “Kecemasan di mana-mana. Ketakutan merajalela. Majelis Ulama Indonesia harus bertanggung jawab atas semua ini.” Di bagian lain Tempo menulis, “Majelis Ulama sudah selayaknya meminta maaf kepada warga Ahmadiyah. Menjatuhkan fatwa sesat pada aliran itu berarti memberikan lampu hijau kepada gerombolan penyerang Ahmadiyah untuk bertindak anarkistis.“ Ingat, pemilik majalah Tempo adalah Goenawan Mohamad yang juga penggiat AKKBB dan Apel Akbar. Kalau bukan provokasi terhadap umat Islam, lantas untuk apa tulisan menghina ulama itu?
Black campaign juga dilakukan beberapa media massa saat memunculkan foto dan berita “Munarman Mencekik” anggota AKK-BB. Foto “Munarman mencekik” juga disebar anggota AKK-BB dan disalurkan ke beberapa media massa melalui jumpa pers yang difasilitasi the Wahid Institute Senin, (2/6)/. Untuk memberi kesan dramatis, detik.com mengutip seorang perempuan (entah siapa dan apa maksudnya pemuatan ini) dengan kutipan kalimat, “Mata Munarman terlihat jahat sekali. Mata mendelik,” kata seorang wanita, sebagaimana dikutip detik.com. Tak hanya detik, Koran Tempo menurunkan foto itu menjadi halaman utama.
Sayangnya, media dan AKK-BB kecele. Foto yang sudah terlanjur dimuat dan dirilis berbagai pers tiba-tiba keliru. Orang yang seolah-olah “dicekik” itu ternyata adalah anggota FPI bernama Ponco alias Ucok Nasrullah. Dalam jumpa pers di Markas FPI Petamburan Jakarta Barat, Munarman melakukan itu justru untuk mencegah Ponco agar tidak melakukan aksi anarkis. Hebatnya, media-media yang mengaku nasional seperti; Harian Indopos, detikcom, dan Koran Tempo, yang telah keliru memuat berita Munarman ini tak melakukan permintaan maaf dan meralat apapun atas kesalahannya.
Berdasarkan catatan-catatan tersebut, benar apa yang dikatakan oleh Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI), Amidhan bahwa insiden di Silang Monas tersebut tidak serta-merta kesalahan massa beratribut FPI saja. Amidhan menilai apa yang selama ini dilakukan AKKBB juga amat provokatif alias memancing-mancing kemarahan umat Islam. Salah satunya adalah tindakan AKKBB yang menyertakan wakil-wakil agama lain selain agama Islam untuk ikut-ikutan membela kelompok sesat Ahmadiyah (Eramuslim, 2/6/08).
Keganjilan
Selain provokasi dan “kekerasan” simbolik, ada beberapa keganjilan dalam aksi di Monas. Kapolres Jakarta Pusat Kombes Pol. Heru Winarko mengatakan kepada media massa pada 1 Juni 2008 bahwa AKKBB menurut rencana hanya berdemo di Cempaka Barat, lalu ke depan Kedubes AS, dan berikutnya menuju Bundaran Hotel Indonesia. Di ketiga tempat tersebut polisi sudah menyiapkan pengamanan. Di Monas, mereka tidak meminta pengamanan. ”Tapi, mengapa mereka malah masuk Monas?” ujarnya. Ada keanehan di sini. Selain itu, Juru Bicara Ahmadiyah Mubarik mengatakan, mengaku sudah memperkirakan akan terjadinya insiden tersebut. Namun, dia mengaku enggan untuk membatalkan rencana aksinya (Hidayatullah, 2/6/2008).
Bukankah ini berarti pembiaran terjadinya insiden tersebut? Lebih dari itu, seorang anggota AKKBB tertangkap kamera membawa pistol dalam Insiden Monas. Dalam konferensi KLI diputar sebuah video yang memperlihatkan seorang peserta aksi berkaos putih, dengan sebuah pita merah putih di lengan kirinya, sempat mengeluarkan sebuah senjata api. (Hidayatullah, 2/6/2008). Lebih dari itu, menurut pengakuan peserta dari FPI, juga ada provokasi dari panitia (Detik.com, 3/6/2008).
Pertanyaannya adalah mengapa pemerintah dan DPR begitu sigap bersikap dalam insiden tersebut? Mengapa tiba-tiba fokus perhatian menjadi hanya sekedar “kekerasan” oleh FPI? Bagaimana dan kemana para aktivis AKK-BB? Aktivis AKK-BB tentu yang paling gembira.
“Lil (maksudnya Ulil Abshar, red), penggerebekan itu cuma tahap awal. Perjuangan harus jalan terus. Preman-preman berjubah dan para simpatisannya masih terus bergentayangan, termasuk di milis ini. Jadi, tahanlah dulu alhamdulillah- mu,” tulis Luthfi Assyaukanie, [Hidayatullah.com, 5 Juni 2008].
Semua ini menunjukkan ada kerjasama yang halus dan saling terkait

Read More...

ORIENTALISME DAN ALQURAN



Orientalisme dan Al-Quran: Kritik Wacana Keislaman Mutakhir
Oleh : Sulardi
Dikutip dan diedit dari:www.hidayatullah.com

Kalangan orientalis seperti Arthur Jeffery dan kawan-kawan bersemangat ingin “mengkorupsi” keotentikan Al-Quran. Namun hingga kini tetap kokoh
“Sudah tiba saatnya sekarang untuk melakukan studi kritis terhadap teks Al-Quran sebagaimana telah kita lakukan terhadap kitab suci Yahudi yang berbahasa Ibrani-Arami dan kitab suci Kristen yang berbahasa Yunani,” kutipan ini adalah pernyataan Alphonse Mingana, seorang pendeta Kristen asal Iraq dan mantan guru besar di Universitas Birmingham, Inggris. Pernyataan itu ia sampaikan tahun 1927.
Mengapa pendeta Kristen yang juga orientalis ini mengatakan seperti itu? Tentu saja, ia bukan sedang bergurau. Pernyataan orientalis-missionaris satu ini karena dilatarbelakangi oleh kekecewaan sarjana Kristen dan Yahudi terhadap kitab suci mereka dan juga disebabkan oleh kecemburuan mereka terhadap umat Islam dan kitab suci nya Al-Quran.
Perlu diketahui mayoritas ilmuwan dan cendekiawan Kristen telah lama meragukan otentisitas Bible. Mereka harus menerima kenyataan pahit bahwa Bible yang ada di tangan mereka sekarang ini terbukti bukan asli alias palsu. Terlalu banyak campur-tangan manusia di dalamnya, sehingga sukar untuk dibedakan mana yang benar-benar Wahyu dan mana yang bukan.
Pernyataan ini pernah disampaikan oleh Kurt Aland dan Barbara Aland, dalam The Text of the New Testament (Michigan: Grand Rapids, 1995). Menurut Barbara, sampai pada permulaan abad keempat, teks Perjanjian Baru dikemmengembangkan secara leluasa. Yang jelas banyak yang melakukan koreksi.
Pandangan seperti ini tidaklah sendiri. Saint Jerome, seorang rahib Katolik Roma yang belajar teologi juga mengeluhkan fakta banyaknya penulis Bible yang diketahui bukan menyalin perkataan yang mereka temukan, tetapi malah menuliskan apa yang mereka pikir sebagai maknanya. Sehingga yang terjadi bukan pembetulan kesalahan, tetapi justru penambahan kesalahan.
“Mereka menuliskan apa yang tidak ditemukan tapi apa yang mereka pikirkan artinya; selagi mereka mencoba meralat kesalahan orang lain, mereka hanya mengungkapkan dirinya sendiri,” ujar Jerome sebagaimana dikutip dalam The Text of the New Testament: Its Transmission, Corruption and Restoration (1992).
Disebabkan kecewa dengan kenyataan semacam itu, maka pada tahun 1720 Master of Trinity College, R. Bentley, menyeru kepada umat Kristen agar mengabaikan kitab suci mereka, yakni naskah Perjanjian Baru yang diterbitkan pada tahun 1592 versi Paus Clement. Seruan tersebut kemudian diikuti oleh munculnya "edisi kritis" Perjanjian Baru hasil suntingan Brooke Foss Westcott (1825-1903) dan Fenton John Anthony Hort (1828-1892).
Tentu saja Mingana bukan yang pertama kali melontarkan seruan semacam itu, dan ia juga tidak sendirian. Jauh sebelum dia, tepatnya pada tahun 1834 di Leipzig (Jerman), seorang orientalis bernama Gustav Fluegel menerbitkan 'mushaf' hasil kajian filologinya. Naskah yang dibuatnya itu ia namakan Corani Textus Arabicus. Naskah ini sempat dipakai “tadarrus” oleh aktivis Jaringan Islam Liberal (JIL). Selain Flegel, datang Theodor Noeldeke yang berusaha merekonstruksi sejarah Al-Quran dalam karyanya Geschichte des Qorans (1860), sebuah upaya yang belakangan ditiru oleh Taufik Adnan Amal, juga dari Jaringan Islam Liberal (JIL).
Kemudian muncul Theodor Noeldeke yang ingin merekonstruksi sejarah Al-Quran dalam karyanya Geschichte des Qorans (1860), sebuah upaya yang belakangan ditiru oleh segelintir kaum Liberal di Indonesia.
Juga Arthur Jeffery yang datang tahun 1937 yang berambisi membuat edisi kritis Al-Quran, mengubah Mushaf Utsmani yang ada dan menggantikannya dengan mushaf baru. Orientalis asal Australia yang pernah mengajar di American University Cairo dan menjadi guru besar di Columbia University ini, konon ingin merestorasi teks Al-Quran berdasarkan Kitab al-Masahif karya Ibn Abi Dawuud as-Sijistaani yang ia anggap mengandung bacaan-bacaan dalam ‘mushaf tandingan’ (ia istilahkan dengan ‘rival codices’). Jeffery bermaksud meneruskan usaha Gotthelf Bergstraesser dan Otto Pretzl yang pernah bekerja keras mengumpulkan foto lembaran-lembaran (manuskrip) Al-Quran dengan tujuan membuat edisi kritis Al-Quran (tetapi gagal karena semua arsipnya di Munich musnah saat Perang Dunia ke-II berkecamuk), sebuah ambisi yg belum lama ini di “amini” kan oleh Taufik Amal dari JIL. Saking antusiasnya terhadap qira’aat-qira’aat pinggiran alias ‘nyleneh’ (Nichtkanonische Koranlesarten) Bergstraesser lalu mengedit karya Ibn Jinni dan Ibn Khalaawayh.
Kajian orientalis terhadap kitab suci Al-Quran tidak sebatas mempertanyakan otentisitasnya. Isu klasik yang selalu diangkat adalah soal pengaruh Yahudi, Kristen, Zoroaster, dan sebagainya terhadap Islam maupun isi kandungan Al-Quran (theories of borrowing and influence). Sebagian mereka bahkan berusaha mengungkapkan apa saja yang bisa dijadikan bukti bagi 'teori pinjaman dan pengaruh' itu, terutama dari literatur dan tradisi Yahudi-Kristen (semisal Abraham Geiger, Clair Tisdall, dan lain-lain). Ada pula yang membandingkan ajaran Al-Quran dengan adat-istiadat Jahiliyyah, Romawi dan lain sebagainya. Biasanya mereka katakan bahwa cerita-cerita dalam Al-Quran banyak yang keliru dan tidak sesuai dengan versi Bible yang mereka anggap lebih akurat.
Sikap anti-Islam ini tersimpul dalam pernyataan negatif seorang orientalis Inggris yang banyak mengkaji karya-karya sufi, Reynold A. Nicholson, " “Muhammad picked up all his knowledge of this kind [i.e. Al-Quran] by hearsay and makes a brave show with such borrowed trappings-largely consisting of legends from the Haggada and Apocrypha.” Tapi, bagaimanapun, segala upaya mereka tak ubahnya bagaikan buih, timbul dan pergi begitu saja, berlalu tanpa pernah berhasil mengubah keyakinan dan penghormatan umat Islam terhadap kitab suci Al-Quran, apatah lagi membuat mereka murtad.
Kekeliruan & Khayalan Orientalis
Al-Quran merupakan target utama serangan missionaris dan orientalis Yahudi-Kristen, setelah mereka gagal menghancurkan sirah dan sunnah Rasulullah saw. Mereka mempertanyakan status kenabian beliau, meragukan kebenaran riwayat hidup beliau dan menganggap sirah beliau tidak lebih dari legenda dan cerita fiktif belaka. Demikian pendapat Caetani, Wellhausen, dan lain-lain. Karena itu mereka sibuk merekonstruksi biografi Nabi Muhammad saw. khususnya dan sejarah Islam umumnya. Mereka ingin umat Islam melakukan hal yang sama seperti mereka telah lakukan terhadap Nabi Musa dan Nabi Isa a.s. Bagi mereka, Musa atau 'Moses' cuma tokoh fiktif belaka (invented, mythical figure) dalam dongeng Bibel, sementara tokoh ‘Jesus’ masih diliputi misteri dan cerita-cerita isapan-jempol.
Dalam logika mereka, jika ada upaya pencarian 'Jesus historis', mengapa tidak ada usaha menemukan fakta sejarah hidup Nabi Muhammad saw? Demikian seru mereka.
Muncullah Arthur Jeffery yang menulis The Quest of the Historical Mohammad, dimana ia tak sungkan-sungkan menyebut Nabi Muhammad saw sebagai "kepala perampok" (robber chief). Usaha Jeffery tersebut diteruskan oleh F. E. Peters dan belum lama ini dilanjutkan oleh seseorang yang menyebut dirinya "Ibn Warraq."
Missionaris-orientalis tersebut tidak menyadari bahwa tulisan mereka sebenarnya hanya menunjukkan hatred (kebusukan-hati) dan kebencian mereka terhadap tokoh dan agama yang mereka kaji, sebagaimana disitir oleh seorang pengamat; “The studies carried out in the West … have demonstrated only one thing : the anti-Muslim prejudice of their authors.”
Sikap semacam ini juga nampak dalam kajian Orientalis terhadap hadits. Mereka menyamakan Sunnah dengan tradisi apokrypha dalam sejarah Kristen atau tradisi Aggada dalam agama Yahudi. Dalam khayalan mereka, teori evolusi juga berlaku untuk sejarah hadits. Mereka berspekulasi bahwa apa yang dikenal sebagai hadits muncul beberapa ratus tahun sesudah Nabi Muhammad saw. wafat, bahwa hadits mengalami beberapa tahap evolusi. Nama-nama dalam rantai periwayatan (sanad) mereka anggap tokoh fiktif. Penyandaran suatu hadits secara sistematik (isnad), menurut mereka, baru muncul pada zaman Daulat Abbasiyyah. Karena itu, mereka beranggapan bahwa dari sekian banyak hadits hanya sedikit saja yang sahih, manakala sisanya kebanyakan palsu. Demikian pendapat Goldziher, Margoliouth, Schacht, Cook, dan para pengikutnya.
Pendapat ini telah banyak dikutip. Diantaranya dalam Muhammedanische Studien (Halle, 1889), On Muslim Tradition," Muslim World, II/2 (1912): 113-21; Alter und Ursprung des Isnad ," Der Islam, 8 (1917-18) juga Joseph Schacht dalam , A Revaluation of Islamic Traditions.” (Journal of the Royal Asiatic Society (1949)).
Umumnya para orientalis-missionaris menghendaki agar umat Islam membuang tuntunan Rasulullah saw. sebagaimana orang Kristen meragukan dan akhirnya mencampakkan ajaran Jesus.
Keaslian Al-Quran & Kesalahan Orientalis
Ada beberapa hal yang perlu digarisbawahi dan perlu senantiasa diingat. Pertama, Al-Quran pada dasarnya bukanlah 'tulisan' (rasm atau writing) tetapi merupakan 'bacaan' (qira'ah atau recitation) dalam arti ucapan dan sebutan. Proses pewahyuannya maupun cara penyampaian, pengajaran dan periwayatannya dilakukan melalui lisan dan hafalan, bukan tulisan. Sejak zaman dahulu, yang dimaksud dengan 'membaca' Al-Quran adalah "membaca dari ingatan (qara'a 'an zhahri qalbin, atau to recite from memory)." Adapun tulisan berfungsi sebagai penunjang semata. Sebab ayat-ayat Al-Quran dicatat—yakni, dituangkan menjadi tulisan diatas tulang, kayu, kertas, daun, dan lain sebagainya—berdasarkan hafalan, bersandarkan apa yang sebelumnya telah tertera dalam ingatan sang qari’muqri’.
Proses transmisi semacam ini, dilakukan dengan isnaad secara mutawaatir dari generasi ke generasi, terbukti berhasil menjamin keutuhan dan keaslian Al-Quran sebagaimana diwahyukan oleh Malaikat Jibrial a.s kepada Nabi sallallaahu 'alaihi wa-sallam dan diteruskan kepada para Sahabat, demikian hingga hari ini.
Ini berbeda dengan kasus Bibel, di mana tulisan—manuscript evidence dalam bentuk papyrus, scroll, dan sebagainya—memegang peran utama dan berfungsi sebagai acuan dan landasan bagi Testamentum alias Gospel.
Jadi seluruh kekeliruan dan kengawuran orientalis bersumber dari sini. Orientalis seperti Jeffery, Wansbrough dan Puin, misalnya, berangkat dari sebuah asumsi keliru, menganggap Al-Quran sebagai ‘dokumen tertulis’ atau teks, bukan sebagai ‘hafalan yang dibaca’ atau recitatio. Dengan asumsi keliru ini (taking “the Qur’an as Text”) mereka lantas mau menerapkan metode-metode filologi yang lazim digunakan dalam penelitian Bibel, seperti historical criticism, source criticism, form criticism, dan textual criticism.
Akibatnya, mereka menganggap Al-Quran sebagai karya sejarah (historical product), sekedar rekaman situasi dan refleksi budaya Arab abad ke-7 dan 8 Masehi. Mereka juga mengatakan bahwa mushaf yang ada sekarang ini tidak lengkap dan berbeda dengan aslinya (yang mereka sendiri tidak tahu pasti!), dan karenanya perlu membuat edisi kritis (critical edition), merestorasi teks Al-Quran dan menerbitkan naskah baru berdasarkan manuskrip-manuskrip yang ada
Kedua, meskipun pada prinsipnya diterima dan diajarkan melalui hafalan, Al-Quran juga dicatat dengan menggunakan berbagai medium tulisan. Sampai wafatnya Rasulullah saw., hampir seluruh catatan-catatan awal tersebut milik pribadi para Sahabat Nabi dan karena itu berbeda kualitas dan kuantitasnya satu sama lain. Karena untuk keperluan masing-masing (for personal purposes only), banyak yang menuliskan catatan tambahan sebagai keterangan atau komentar (tafsir/glosses) di pinggir ataupun di sela ayat-ayat yang mereka tulis. Baru di kemudian hari, ketika jumlah penghafal Al-Quran menyusut karena banyak yang gugur di medan perang, usaha kodifikasi (jam') Al-Quran mulai dilakukan oleh sebuah tim yang dibentuk atas inisiatif Khalifah Abu Bakar as-Siddiq sehingga Al-Quran dikumpulkan menjadi sebuah mushaf, berdasarkan periwayatan langsung (first-hand) dan mutawattir dari Nabi saw. Setelah wafatnya Abu Bakar as-Siddiq r.a. (13 H/ 634 M), mushaf tersebut disimpan oleh Khalifah Umar r.a. sampai beliau wafat (23 H/ 644 M), lalu disimpan oleh Hafsah, sebelum kemudian diserahkan kepada Khalifah Utsman r.a. Pada masa beliaulah, atas desakan permintaan sejumlah Sahabat, sebuah komisi ahli sekali lagi dibentuk dan diminta mendata ulang semua qira’at yang ada, serta memeriksa dan menentukan nilai kesahihan periwayatannya untuk kemudian melakukan standarisasi bacaan demi mencegah kekeliruan dan mencegah perselisihan. Hasilnya dibukukan dalam beberapa mushaf standar yang masing-masing mengandung qira’at-qira’at mutawattir yang disepakati kesahihan periwayatannya dari Nabi saw. Jadi, sangat jelas fakta sejarah dan proses kodifikasinya.
Para orientalis yang ingin mengubah-ubah Al-Quran biasanya akan memulai dengan mempertanyakan fakta sejarah ini seraya menolak hasilnya, menganggap bahwa sejarah kodifikasi tersebut hanyalah kisah fiktif, dan mengatakan bahwa proses kodifikasi baru dilakukan pada abad ke-9 Masehi. Jeffery, misalnya, seenaknya mengatakan, "That he [i.e. Abu Bakr ra.] ever made an official recension as the orthodox theory demands is exceedingly doubtful." Ia juga mengklaim bahwa "…the text which Uthman canonized was only one out of many rival texts, and we need to investigate what went before the canonical text."
Ketiga, salah-faham tentang rasm dan qira'at. Sebagaimana diketahui, tulisan Arab atau khat mengalami perkembangan sepanjang sejarah. Pada kurun awal Islam, Al-Quran ditulis 'gundul', tanpa tanda-baca sedikitpun.
Sistem vokalisasi baru diperkenalkan kemudian. Meskipun demikian, rasm Utsmani sama sekali tidak menimbulkan masalah, mengingat kaum Muslimin saat itu belajar Al-Quran langsung dari para Sahabat, dengan cara menghafal, dan bukan dari tulisan. Mereka tidak bergantung pada manuskrip atau tulisan.
Orientalis seperti Jeffery dan Puin telah salah-faham dan keliru, lalu menyimpulkan sendiri bahwa teks gundul inilah sumber variant readings --sebagaimana terjadi dalam kasus Bibel-- serta keliru menyamakan qira'aat dengan 'readings', padahal qira'aat adalah 'recitation from memory' dan bukan 'reading the text'.
Mereka tidak tahu bahwa dalam hal ini kaedahnya adalah: tulisan harus mengacu pada bacaan yang diriwayatkan dari Nabi sallallaahu 'alaihi wa-sallam ("ar-rasmu taab'iun li ar riwaayah") dan bukan sebaliknya.
Orientalis seperti Jeffery dan kawan-kawan yang bersemangat ingin “mengkorupsi” keotentikan Al-Quran tidak mengerti atau sengaja tidak peduli bahwa Al-Quran tidak sama dengan Bibel; Al-Quran bukan lahir dari manuskrip, tapi sebaliknya; manuskrip lahir dari Al-Quran.

Read More...

4 WARISAN DUNIA


Indonesia memiliki 4 Taman nasional yang masuk dalam warisan dunia yang diakui oleh UNESCO, badan dari PBB dunia.Luasan hutan tropis Indonesia adalah hutan ketiga terluas dunia setelah Brasil dan Republik Demokrasi Kongo. Hutan tropis ini adalah rumah dan persembunyian terakhir bagi kekayaan hayati dunia yang unik.Hutan tropis Indonesia Luasnya 98 juta hektare (estimasi luas hutan tahun 2000). Data yang tercantum dalam dalam buku Potret Keadaan Hutan Indonesia, FWI/GFW 2001, Bogor, Indonesia, keragaman hayati yang ada di hutan-hutan Indonesia meliputi 11% spesies tumbuhan dunia, 10% spesies mamalia, dan 16% spesies burung. Sekitar 17.000 pulau Indonesia memiliki tujuh kawasan biogeografi utama dan keanekaragaman tipe-tipe habitat yang luar biasa. 1. Taman Nasional Komodo
Taman Nasional Komodo terdiri dari tiga buah pulau besar yaitu pulau Komodo, pulau Rinca dan pulau Padar serta 26 buah pulau besar/kecil lainnya. Sebanyak 11 buah gunung/bukit yang ada di Taman Nasional Komodo dengan puncak tertinggi yaitu Gunung Satalibo (± 735 meter dpl). Wilayah darat taman nasional ini 603 km² dan wilayah total adalah 1817 km².Keadaan alam yang kering dan gersang menjadikan suatu keunikan tersendiri. Adanya padang savana yang luas, sumber air yang terbatas dan suhu yang cukup panas; ternyata merupakan habitat yang disenangi oleh sejenis binatang purba Komodo (Varanus komodoensis).Sebagian besar taman nasional ini merupakan savana dengan pohon lontar (Borassus flabellifer) yang paling dominan dan khas. Beberapa tumbuhan yang ada di Taman Nasional Komodo antara lain rotan (Calamus sp.), bambu (Bambusa sp.), asam (Tamarindus indica), kepuh (Sterculia foetida), bidara (Ziziphus jujuba), dan bakau (Rhizophora sp.)Selain satwa khas Komodo, terdapat rusa (Cervus timorensis floresiensis), babi hutan (Sus scrofa), ajag (Cuon alpinus javanicus), kuda liar (Equus qaballus), kerbau liar (Bubalus bubalis); 2 jenis penyu, 10 jenis lumba-lumba, 6 jenis paus dan duyung yang sering terlihat di perairan laut Taman Nasional Komodo
2. Taman Nasional Ujung Kulon
Taman Nasional Ujung Kulon merupakan perwakilan ekosistem hutan hujan tropis dataran rendah yang tersisa dan terluas di Jawa Barat, serta merupakan habitat yang ideal bagi kelangsungan hidup satwa langka badak Jawa (Rhinoceros sondaicus) dan satwa langka lainnya. Terdapat tiga tipe ekosistem di taman nasional ini yaitu ekosistem perairan laut, ekosistem rawa, dan ekosistem daratan.Keanekaragaman tumbuhan dan satwa di Taman Nasional Ujung Kulon mulai dikenal oleh para peneliti, pakar botani Belanda dan Inggris sejak tahun 1820. Kurang lebih 700 jenis tumbuhan terlindungi dengan baik dan 57 jenis diantaranya langka seperti; merbau (Intsia bijuga), palahlar (Dipterocarpus haseltii), bungur (Lagerstroemia speciosa), cerlang (Pterospermum diversifolium), ki hujan (Engelhardia serrata)dan berbagai macam jenis anggrek.Satwa di Taman Nasional Ujung Kulon terdiri dari 35 jenis mamalia, 5 jenis primata, 59 jenis reptilia, 22 jenis amfibia, 240 jenis burung, 72 jenis insekta, 142 jenis ikan dan 33 jenis terumbu karang. Satwa langka dan dilindungi selain badak Jawa adalah banteng (Bos javanicus javanicus), ajag (Cuon alpinus javanicus), surili (Presbytis comata comata), lutung (Trachypithecus auratus auratus), rusa (Cervus timorensis russa), macan tutul (Panthera pardus), kucing batu (Prionailurus bengalensis javanensis), owa (Hylobates moloch), dan kima raksasa (Tridacna gigas).
3. Taman Nasional Lorentz
Taman Nasional Lorentz merupakan perwakilan dari ekosistem terlengkap untuk keanekaragaman hayati di Asia Tenggara dan Pasifik. Kawasan ini juga merupakan salah satu diantara tiga kawasan di dunia yang mempunyai gletser di daerah tropis. Membentang dari puncak gunung yang diselimuti salju (5.030 meter dpl), hingga membujur ke perairan pesisir pantai dengan hutan bakau dan batas tepi perairan Laut Arafura. Dalam bentangan ini, terdapat spektrum ekologis menakjubkan dari kawasan vegetasi alpin, sub-alpin, montana, sub-montana, dataran rendah, dan lahan basahJenis-jenis tumbuhan di taman nasional ini antara lain nipah (Nypa fruticans), bakau (Rhizophora apiculata), Pandanus julianettii, Colocasia esculenta, Avicennia marina, Podocarpus pilgeri, dan Nauclea coadunata.Jenis-jenis satwa yang sudah diidentifikasi di Taman Nasional Lorentz sebanyak 630 jenis burung (± 70 % dari burung yang ada di Papua) dan 123 jenis mamalia. Jenis burung yang menjadi ciri khas taman nasional ini ada dua jenis kasuari, empat megapoda, 31 jenis dara/merpati, 30 jenis kakatua, 13 jenis burung udang, 29 jenis burung madu, dan 20 jenis endemik diantaranya cendrawasih ekor panjang (Paradigalla caruneulata) dan puyuh salju (Anurophasis monorthonyx).Satwa mamalia tercatat antara lain babi duri moncong panjang (Zaglossus bruijnii), babi duri moncong pendek (Tachyglossus aculeatus), 4 jenis kuskus, walabi, kucing hutan, dan kanguru pohon.
4. Hutan Hujan Tropis Sumatra
Hutan tropis SumatraHutan hujan tropis Sumatera merupakan rumah bagi berbagai makhluk hidup. Banyak di antaranya yang merupakan spesies hewan yang terancam punah, seperti orangutan Sumatera, harimau Sumatera, kelinci Sumatera, dan badak Sumatera. Di hutan hujan tropis ini juga tumbuh berbagai tumbuhan endemik, seperti kantong semar, bunga terbesar di dunia Rafflesia, dan bunga tertinggi AmorphophallusThe Tropical Rainforest of Sumatra is situated on the middle of Sumatra, Indonesia. It consist of three national parks; Gunung Leuser National Park (GLNP) (8629.75 km²), Kerinci Seblat National Park (KSNP) (13,753.5 km²) and Bukit Barisan Selatan National Park (BBSNP) (3568 km²). The total area of the rainforest is 25,000 square kilometres. The Tropical Rainforest Heritage of Sumatra was chosen because, first, it represents significant area of forests on the island of Sumatra, because of the biodiversity, of lowland and mountain forest. This once vast island of tropical rainforest has been condensed to secluded areas, in the space of 50 years.

Read More...

Minggu, 22 Juni 2008

MEMBONGKAR JARINGAN AKKBB

MEMBONGKAR JARINGAN AKKBB
Membongkar Jaringan AKKBBNama Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKB menjadi buah bibir setelah peristiwa rusuh di silang Monas pada hari ahad siang, 1 Juni 2008. Sebelumnya, aliansi ini sering kali diidentikan dengan gerakan pembelaan terhadap kelompok sesat Ahmadiyah, sebuah kelompok yang mengaku bagian dari Islam namun memiliki kitab suci Tadzkirah—bukan al-Qur’an—dan Rasul Mirza Ghulam Ahmad, bukan Rasulullah Muhammad SAW.Jika menilik perjalanan historis dan ideologi kelompok sesat Ahmadiyah dengan AKKBB, maka akan bisa ditemukan benang merahnya, yakni permusuhan terhadap syariat Islam, pertemanan dengan kalangan Zionis, mengedepankan berbaik sangka terhadap non-Muslim dan mendahulukan kecurigaan terhadap kaum Muslimin.Ketika Ahmadiyah lahir di India, Mirza Ghulam Ahmad mengeluarkan seruan agar umat Islam India taat dan tsiqah kepada penjajah Inggris, dan mengharamkan jihad melawan Inggris. Padahal saat itu, banyak sekali perwira-perwira tentara Inggris, para penentu kebijakannya, terdiri dari orang-orang Yahudi Inggris seperti Jenderal Allenby dan sebagainya. Dengan kata lain, seruan Ghulam Ahmad dini sesungguhnya mengusung kepentingan kaum Yahudi Inggris.Bagaimana dengan AKKBB? Aliansi cair ini terdiri dari banyak organisasi, lembaga swadaya masyarakat, dan juga kelompok-kelompok “keagamaan”, termasuk kelompok sesat Ahmadiyah. Mereka yang tergabung dalam AKKBB adalah:
* Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP)* National Integration Movement (IIM)* The Wahid Institute* Kontras* LBH Jakarta* Jaingan Islam Kampus (JIK)* Jaringan Islam Liberal (JIL)* Lembaga Studi Agama dan Filsafat (LSAF)* Generasi Muda Antar Iman (GMAI)* Institut Dian/Interfidei* Masyarakat Dialog Antar Agama* Komunitas Jatimulya* eLSAM* Lakpesdam NU* YLBHI* Aliansi Nasional Bhineka Tunggal Ika* Lembaga Kajian Agama dan Jender* Pusaka Padang* Yayasan Tunas Muda Indonesia* Konferensi Waligereja Indonesia (KWI)* Crisis Center GKI* Persekutuan Gereja-gereeja Indonesia (PGI)* Forum Mahasiswa Ciputat (Formaci)* Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI)* Gerakan Ahmadiyah Indonesia* Tim Pembela Kebebasan Beragama* El Ai Em Ambon* Fatayat NU* Yayasan Ahimsa (YA) Jakarta* Gedong Gandhi Ashram (GGA) Bali* Koalisi Perempuan Indonesia* Dinamika Edukasi Dasar (DED) Yogya* Forum Persaudaraan antar Umat Beriman Yogyakarta* Forum Suara Hati Kebersamaan Bangsa (FSHK Solo* SHEEP Yogyakarta Indonesia* Forum Lintas Agama Jawa Timur Surabaya* Lembaga Kajian Agama dan Sosial Surabaya* LSM Adriani Poso* PRKP Poso* Komunitas Gereja Damai* Komunitas Gereja Sukapura* GAKTANA* Wahana Kebangsaan* Yayasan Tifa* Komunitas Penghayat* Forum Mahasiswa Syariahse-Indonesia NTB* Relawan untuk Demokrasi dan Hak Asasi Manusia (REDHAM) Lombok* Forum Komunikasi Lintas Agama Gorontalo* Crisis Center SAG Manado* LK3 Banjarmasin* Forum Dialog Antar Kita (FORLOG-Antar Kita) Sulsel Makassar* Jaringan Antar Iman se-Sulawesi* Forum Dialog Kalimantan Selatan (FORLOG Kalsel) Banjarmasin* PERCIK Salatiga* Sumatera Cultural Institut Medan* Muslim Institut Medan* PUSHAM UII Yogyakarta* Swabine Yasmine Flores-Ende* Komunitas Peradaban Aceh* Yayasan Jurnal Perempuan* AJI Damai Yogyakarta* Ashram Gandhi Puri Bali* Gerakan Nurani Ibu*
Rumah Indonesia Menurut data yang ada, AKKBB merupakan aliansi cair dari 64 organisasi, kelompok, dan lembaga swadaya masyarakat. Banyak, memang. Tapi kebanyakan merupakan organisasi ‘ladang tadah hujan’ yang bersifat insidental dan aktivitasnya tergantung ada ‘curah hujan’ atau tidak. Maksudnya, kelompok atau organisasi yang hanya dimaksudkan untuk menampung donasi dari sponsor asing, dan hanya bergerak jika ada dana keras yang tersedia.Namun ada beberapa yang memang memiliki ideologi yang jelas dan bergerak di akar rumput. Walau demikian, yang terkenal hanya ada beberapa dan inilah yang menjadi motor penggerak utama dari aliansi besar ini.Keseluruhan organisasi dan kelompok ini sebenarnya bisa disatukan dalam satu kata, yakni: Amerika. Kita tentu paham, Amerika adalah gudang dari isme-isme yang “aneh-aneh” seperti gerakan liberal, gerakan feminisme, HAM, Demokrasi, dan sebagainya. Ini tentu dalam tataran ide atau Das Sollen kata orang Jerman.Namun dalam tataran faktual, yang terjadi di lapangan ternyata sebaliknya. Kalangan intelektual dunia paham bahwa negara yang paling anti demokrasi di dunia adalah Amerika, negara yang paling banyak melanggar HAM adalah Amerika, negara yang merestui pasangan gay dan lesbian menikah (di gereja pula!) atas nama liberalisme adalah Amerika, dan sebagainya. Dan kita tentu juga paham, ada satu istilah yang bisa menghimpun semua kebobrokkan Amerika sekarang ini: ZIONISME.Bukan kebetulan jika banyak tokoh-tokoh AKKBB merupakan orang-orang yang merelakan dirinya menjadi pelayan kepentingan Zionisme Internasional. Sebut saja Abdurrahman Wahid, ikon Ghoyim Zionis Indonesia. Lalu ada Ulil Abshar Abdala dan kawan-kawannya di JIL, lalu Goenawan Muhammad yang pada tahun 2006 menerima penghargaan Dan David Prize dan uang kontan senilai US$ 250, 000 di Tel Aviv (source: indolink.com), dan sejenisnya. Tidak terhitung berapa banyak anggota AKKBB yang telah mengunjungi Israel sambil menghujat gerakan Islam Indonesia di depan orang-orang Ziuonis Yahudi di sana.Mereka ini memang bergerak dengan mengusung wacana demokrasi, HAM, anti kekerasan, pluralitas, keberagaman, dan sebagainya. Sesuatu yang absurd sesungguhnya karena donatur utama mereka, Amerika, terang-terangan menginjak-injak prinsip-prinsip ini di berbagai belahan dunia seperti di Palestina, Irak, Afghanistan, dan sebagainya.Jelas, bukan sesuatu yang aneh jika kelompok seperti ini membela Ahmadiyah. Karena Ahmadiyah memang bagian dari mereka, bagian dari upaya pengrusakkan dan penghancuran agama Allah di muka bumi ini.Bagi yang ingin mengetahui ideologi aliansi ini maka silakan mengklik situs-situs kelompok mereka seperti libforall.com, Islamlib.com. dan lainnya.Walau demikian, tidak semua simpatisan maupun anggota AKKBB yang sebenarnya menyadari 'The Hidden Agenda' di balik AKKBB, karena agenda besar ini hanya diketahui oleh pucuk-pucuk pimpinan aliansi ini, sedangkan simpatisan maupun anggota di tingkat akar rumput kebanyakan hanya terikat secara emosionil kepada pimpinannya dan tidak berdasarkan pemahaman dan ilmu yang cukup.

Read More...

Ahmadiyah, Kekufuran Yang Dikemas Islam

AHMADIYAH, KEKUFURAN YANG DIKEMAS ISLAM
AHMADIYAH Ahmadiyah adalah agama baru yang muncul pada akhir abad kesembilan belas Masehi, di Qodiyan, Punjab, India. Agama ini didukung dan dilindungi oleh penjajah Inggris.
Pendiri agama Ahmadiyah adalah Mirza Ghulam Ahmad Al-Qodiyani, lahir 1265 H. Mirza semula adalah seorang dai muslim. Kemudian ia mengaku bahwa dirinya telah menerima wahyu dari Allah. Pada tahap berikutnya, ia mengaku sebagai Al-Mahdi yang ditunggu dan Al-Masih yang dijanjikan.
Mengenai hal ini, ia mengatakan, “Orang-orang muslim dan orang-orang Kristen memiliki keyakinan yang mirip bahwa Al-Masih putra Maryam telah diangkat jasad fisiknya ke langit, dan di kemudian hari ia akan turun kembali. Saya sudah menjelaskan bahwa ini merupakan keyakinan yang salah. Yang dimaksud turunnya Al-Masih ini bukan benar-benar ia akan turun kembali. Ia merupakan berita yang menggunakan bahasa kiasan tentang datangnya seseorang seperti Al-Masih, dan berdasarkan wahyu, dirikulah bukti kebenaran berita itu.
Selanjutnya, pengakuannya berubah lagi. Ia tidak lagi mengaku sebagai orang yang seperti Al-Masih, melainkan Al-Masih itu sendiri. Ia mengatakan, “Aku inilah Isa yang ditunggu-tunggu. Yang dimaksud Maryam dan Isa dalam wahyu tidak ada lain selain diriku.”
Karena Isa adalah seorang Nabi yang mendapat wahyu, Mirza menulis sebuah Quran untuk dirinya sendiri. Ia menamai qurannya dengan Al-Kitab Al-Mubin. Ia mengatakan : “Aku di atas petunjuk Tuhan Yang Maha Memberi. Allah telah mengutusku di permulaan abad, untuk memperbarui agama, menerangi wajah agama, mematahkan salib, dan memadamkan api agama Nasrani. Allah telah memberikan wahyu dan ilham kepadaku serta telah berbicara kepadaku sebagaimana Dia telah berbicara kepada para rasul mulia.”
Tampaknya, pengakuannya sebagai Al-Masih tidak mendapat sambutan seperti diharapkan. Tujuan yang diinginkannya tidak tercapai. Akhirnya, ia beralih mengaku sebagai Nabi Muhammad saw. serta bahwa hakekat Muhammad telah berinkarnasi kepada dirinya serta bahwa Nabi Muhammad saw. telah dibangkitkan sekali lagi dalam sosok Mirza Ghulam Ahmad. Mirza mengatakan, “Allah telah menurunkan Muhammad saw. sekali lagi di Qodiyan untuk memenuhi janji-Nya.”
Kemudian ia mengaku bahwa kenabiannya lebih tinggi dari kenabian Muhammad saw. Maka, ia memperoleh pengikut-pengikut dari kalangan orang-orang bodoh atau mereka yang menginginkan keuntungan duniawi.
Pengakuan bahwa dirinya menerima wahyu didasarkannya pada beberapa potongan ayat Al-Quran yang dihimpunnya menjadi satu, yang menunjukkan rendahnya pemahamannya terhadap Al-Quran. Berikut ini beberapa contoh dari apa yang diklailmnya sebagai wahyu.
Dia mengatakan : “Baru saja aku menerima wahyu, ketika aku memberi komentar terhadap hasyiyah ini, bunyinya :
” يا أحمد بارك الله فيك، وما رميت إذ رميت ولكن الله رمى . الرحمن علم القرآن، لتنذر قوما ما أنذر آباؤهم، ولتستبين سبيل المجرمين، قل إني أمرت وأنا أول المؤمنين ، قل جاء الحق وزهق الباطل إن الباطل كان زهوقا…“
“Wahai Ahmad, Allah telah memberkatimu. Tidaklah engkau memanah, pada saat memanah, akan tetapi Allah lah yang memanah. Ar-Rohmân yang telah mengajarkan Al-Quran, agar engkau memberi peringatan satu bangsa yang nenek moyang mereka belum pernah diberi peringatan dan agar supaya menjadi jelas jalan orang-orang yang berdosa. Katakan : aku diperintah sedangkan aku adalah yang pertama-tama beriman. Katakan : telah datang kebenaran dan telah musnah kebatilan, sesungguhnya kebatilan itu pasti musnah…dst.”
Ia juga mengatakan :
” ووالله إنه ظل فصاحة القرآن ليكون آية لقوم يتدبرون . أتقولون سارق فأتوا بصفحات مسروقة كمثلها في التزام الحق والحكمة إن كنتم تصدقون ” !!
“Demi Allah, kefashihan Al-Quran telah menjadi bukti bagi orang-orang yang mau berfikir dengan mendalam. Apakah kalian mengatakan : pencuri!, maka datangkanlah lembaran-lembaran curian yang seperti itu yang selalu berada dalam kebenaran dan kebijaksanaan jika kalian orang-orang yang benar!”
Mirza juga menyampaikan banyak nubuwat, dan nubuwat-nubuwatnya itu sangat cepat terbukti kebohongannya. Salah satunya, suatu ketika ia berdebat dengan seorang Nasrani yang berhasil mengalahkannya. Ketika Mirza tidak mampu mengemukakan jawaban, maka ia murka kepada orang Nasrani itu. Namun, ia ingin menghapus aib kekalahannya. Ia pun mengatakan bahwa orang Nasrani itu akan mati –jika tidak mau bertobat- lima belas bulan kemudian, berdasarkan wahyu yang diterimanya. Maka, tibalah waktu yang ditetapkan dalam nubuwatnya itu, tetapi si Nasrani tidak mati. Maka, para pengikut Ahmadiyah mengatakan bahwa orang Nasrani tadi telah bertobat. Namun, justru sebaliknya, ketika orang Nasrani itu mendengar pernyataan para pengikut Ahmadiyah, ia membuat tulisan yang mendustakan pernyataan mereka dan serta membanggakan kebenaran agama Nasrani yang dianutnya.
Mirza juga pernah mengklaim bahwa wabah Tho`un tidak mungkin memasuki wilayah Qodiyan, selama ia berada di dalamnya, walaupun wabah itu menimpa selama tujuh puluh tahun. Namun, Allah menunjukkan kedustaan ucapannya. Allah bahkan mengirimkan wabah Tho`un ke wilayah Qodiyan dan membunuh banyak penduduknya. Mirza sendiri salah satu yang terserang wabah ini dan tewas karenanya. Padahal, ia mengaku menerima wahyu sebagai berikut :
وآية له أن الله بشره بأن الطاعون لا يدخل داره، وأن الزلازل لا تهلكه ورهما “أنصاره، ويدفع الله عن بيته ش.
“Salah satu bukti kenabiannya adalah bahwa Allah telah memberinya kabar gembira bahwa wabah Tho`un tidak akan memasuki negerinya, gempa bumi tidak akan membinasakannya dan para pengikutnya. Allah akan mencegah bahaya keduanya dari rumahnya.”
BEBERAPA KEYAKINAN AHMADIYAH1. Para penganut Ahmadiyah memiliki keyakinan reinkarnasi, di mana Mirza mengatakan bahwa Ibrahim as. Dilahirkan kembali 2500 tahun kemudian di rumah Abdullah bin Abdul Muthalib, dalam tubuh Nabi Muhammad saw. Kemudian Nabi Muhammad saw. dibangkitkan dua kali lagi, salah satunya ketika esensi diri Muhammad itu menempati jasad sang pengikut sempurna, maksudnya dirinya.
2. Mereka berkeyakinan bahwa Allah itu berpuasa dan shalat, tidur dan bisa salah. Mahasuci Allah dari sifat-sifat buruk yang mereka katakan. Mirza mengatakan :
Allah berfirman kepadaku : “Sesungguhnya Aku juga melakukan shalat, puasa, bangun, dan tidur.”
Allah juga berfirman: “Aku bersama Rasul, menjawab, bersalah atau benar. Sesungguhnya Aku bersama Rasul Maha Meliputi.”
1. Mereka berkeyakinan bahwa kenabian itu tidak diakhiri dengan Muhammad saw., melainkan tetap berlaku. Allah mengutus para rasul sesuai dengan kebutuhan serta bahwa Ghulam Ahmad adalah nabi yang paling utama, serta bahwa Jibril menurunkan wahyu kepada Ghulam Ahmad serta bahwa ilham-ilham yang diterimanya setara dengan Al-Quran.
2. Mereka mengatakan bahwa tidak ada Al-Quran selain yang telah dibawa oleh Al-Masih yang dijanjikan, yaitu Ghulam, tidak ada hadits kecuali yang ada dalam kerangka ajaran-ajarannya, serta tidak ada nabi kecuali di bawah kepemimpinan Ghulam Ahmad. Mereka meyakini bahwa kitab mereka diturunkan dari langit, namanya Al-Kitab Al-Mubin, ia berbeda dari Al-Quranul Karim.
3. Mereka meyakini bahwa mereka adalah para pengikut agama baru yang independen, dengan syariat yang independen, bahwa para sahabat Ghulam sebagaimana para sahabat Nabi. Hal ini disebutkan dalam sahifah Al-Fadhl, milik mereka, edisi 92 : “Tidak ada perbedaan antara para sahabat Nabi saw. dengan murid-murid Mirza Ghulam Ahmad. Para sahabat Nabi adalah tokoh-tokoh pada kebangkitan pertama, sedangkan murid-murid Mirza adalah para tokoh kebangkitan kedua.”
4. Mereka berkeyakinan bahwa Haji Akbar adalah berhaji ke Qodiyan dan menziarahi kubur Al-Qodiyani. Mereka menyatakan bahwa kota suci ada tiga, yaitu : Mekah, Madinah, dan Qodiyan. Dalam salah satu sahifah mereka dinyatakan :
“Berhaji ke Mekah tanpa berhaji ke Qodiyan adalah haji yang kering kerontang. Karena berhaji ke Mekah tidak tidak menunaikan risalahnya dan tidak memenuhi tujuannya.”
1. Mereka menghalalkan miras, opiom, dan nakoba.
2. Semua muslim menurut mereka adalah kafir, kecuali yang masuk ke dalam golongan Ahmadiyah. Barangsiapa yang menikahi atau menikahkan anaknya dengan selain pengikut Ahmadiyah, maka ia orang yang kafir.
3. Mereka menyerukan penghapusan syariat jihad serta kewajiban patuh kepada pemerintahan Inggris yang saat itu menjajah India, karena menurut mereka Inggris adalah Waliyul Amri kaum muslimin.
4. Al-Qodiyani berkeyakinan bahwa Tuhannya berkebangsaan Inggris, karena Tuhannya berbicara kepadanya dengan bahasa Inggris.
SIKAP PARA ULAMA TERHADAP GOLONGAN AHMADIYAHPara ulama menentang gerakan Ahmadiyah, di antaranya adalah Syaikh Abul Wafa` Tsanaullah, pemimpin Jum`iyah Ahlul Hadits di India. Beliau pernah berdebat dengan Mirza Ghulam hingga berhasil mengalahkannya dengan argumentasi dan berhasil mengungkap kebusukan hatinya, kekafiran, serta kesesatannya. Karena Ghulam Ahmad tidak mau kembali kepada kebenaran, Syaikh Abul Wafa menantangnya untuk melakukan mubahalah bahwa siapa di antara mereka yang berbohong akan mati lebih dulu. Hanya beberapa hari sesudah itu, Mirza Guhlam Ahmad Al-Qodiyani tewas, pada tahun 1908 M dengan meninggalkan warisan berupa lebih dari lima puluh buku, brosus, dan artikel yang Parlemen Pakistan pernah mengadakan diskusi dengan salah seorang pemimpin semuanya mempropagandakan kesesatan.kelompok Ahmadiyah, yaitu Mirza Nashir Ahmad.
Dalam diskusi ini ia dibantah oleh Mufti Mahmud rahimahullah. Diskusi ini berlangsung selama hampir tiga puluh jam, di mana Nashir Ahmad tidak mampu berbicara dan mengemukakan jawaban, sehingga terbukalah kedok kekafiran kelompok ini. Maka, Parlemen mengambil keputusan bahwa kelompok Ahmadiyah termasuk dalam golongan minoritas non Muslim.
Pada bulan Rabiul Awal, 1394 H bertepatan dengan April 1974 M, diselenggarakan muktamar Rabithah Alam Islami, di Mekah. Muktamar ini dihadiri oleh para utusan berbagai organisasi Islam di seluruh dunia. Muktamar ini mengumumkan bahwa Ahmadiyah adalah kelompok kafir dan telah keluar dari Islam. Muktamar menghimbau kaum muslimin untuk memerangi bahaya kelompok ini serta tidak melakukan muamalah dengannya, serta jangan sampai menguburkan mayat orang-orang Ahmadiyah di pekuburan kaum muslimin.
Telah dikeluarkan beberapa fatwa dari berbagai Konggres dan Organisasi Islam di seluruh Dunia Islam yang menetapkan kekafiran Ahmadiyah, di antaranya adalah Konggres Fikih yang berafiliasi kepada Rabithah Alam Islami, Konggres Fikih Islam yang berafiliasi kepada Organisasi Konferensi Islam (OKI), dan Organisasi Ulama Besar Kerajaan Saudi Arabia. Selain itu juga telah dikeluarkan fatwa-fatwa dari ulama Mesir, Syam, Maroko, India, dan lain-lain.
BAHAN RENUNGANBanyak hal yang perlu kita renungkan terkait dengan fenomena Ahmadiyah, akan tetapi penting untuk kita perhatikan dan kaji adalah akar dari kemunculan berbagai gerakan semacam Ahmadiyah, bagaimana gerakan semacam ini mendapat lahan subur untuk pertumbuhannya di lingkungan masyarakat muslim. Padahal, gerakan Ahmadiyah ini sangat bertentangan dengan prinsip-prinsip baku Islam, baik dilihat substansi maupun penampilan luarnya. Seluruh umat Islam bersepakat bahwa tidak ada nabi sesudah Nabi Muhammad saw., maka setiap pengakuan adanya nabi sesudah itu merupakan pengakuan sesat. Ini selain berbagai ajaran-ajaran kufur baru yang mereka yakini.
Pertanyaan yang terlontar di sini, bagaimana mereka itu bisa mendapat pengikut dari kalangan kaum muslimin? Mungkin, tidak terlalu sulit menjawabnya –walaupun ini merupakan pertanyaan yang sangat penting. Yaitu, kebodohan.Kebodohan adalah faktor yang menyebabkan banyaknya orang yang masuk ke dalam golongan-golongan semacam Ahmadiyah ini. Juga, kurangnya informasi yang disampaikan oleh para ulama dan penuntut ilmu mengenai kesesatan gerakan ini. Informasi-informasi seperti ini perlu digalakkan, dalam rangka menjaga kemurnian Islam, dari propaganda-propaganda ajaran baru yang sesat dan keluar dari Islam.
Maka, terapinya jelas, yaitu gerakan untuk menyebarkan ilmu-ilmu Din, jangan sampai ada satu wilayah desa atau kota yang terlupakan dari gerakan penyebaran ilmu ini. Insya Allah, bila kaum muslimin bahu membahu mendukung gerakan ini, mudah-mudahan umat ini akan diselamatkan dari ajaran-ajaran baru yang menyimpang dari kebenaran seperti ini.(muslimdaily)
Keputusan Bersama Menag, Mendagri, Jaksa Agung tentang Peringatan dan Perintah kepada Penganut, Anggota dan/atau anggota anggota pengurus Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI) dan Warga Masyarakat (nomor: 3 Tahun 2008, nomor: KEP-033/A/JA/6/2008, nomor: 199 Tahun 2008)
Kesatu:Memberi peringatan dan memerintahkan kepada warga masyarakat untuk tidak menceritakan, menganjurkan atau mengusahakan dukungan umum melakukan penafsiran tentang suatu agama yang dianut di Indonesia atau melakukan kegiatan keagamaan yang menyerupai kegiatan keagamaan dari agama itu yang menyimpang dari pokok-pokok ajaran itu.
Kedua:Memberi peringatan dan memerintahkan kepada penganut, anggota dan/atau anggota pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI), sepanjang mengaku beragama Islam, untuk menghentikan penyebaran penafsiran dan kegiatan yang menyimpang dari pokok-pokok ajaran Agama Islam yaitu penyebaran faham yang mengakui adanya nabi dengan segala ajarannya setelah Nabi Muhammad SAW.
Ketiga:Penganut, anggota, dan/atau anggota pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) yang tidak mengindahkan peringatan dan perintah sebagaimana dimaksud pada diktum Kesatu dan Diktum Kedua dapat dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, termasuk organisasi dan badan hukumnya.
Keempat:Memberi peringatan dan memerintahkan kepada warga masyarakat untuk menjaga dan memelihara kerukunan umat beragama serta ketentraman dan ketertiban kehidupan bermasyarakat dengan tidak melakukan perbuatan dan/atau tindakan melawan hukum terhadap penganut, anggota, dan/atau anggota pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI).
Kelima:Warga masyarakat yang tidak mengindahkan peringatan dan perintah sebagaimana dimaksud pada Diktum Kesatu dan Diktum Keempat dapat dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Keenam:Memerintahkan kepada aparat pemerintah dan pemerintah daerah untuk melakukan langkah-langkah pembinaan dalam rangka pengamanan dan pengawasan pelaksanaan Keputusan Bersama ini.
Ketujuh:Keputusan Bersama ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 9 Juni 2008, oleh Menteri Agama, Jaksa Agung, Menteri Dalam Negeri.
Di Tulis Oleh : Sulardi ( Guru Bahasa Inggris di SMK Penerbangan Sidoarjo )
Sumber : http://tegakluruskelangit.blogspot.com/

Read More...

Kamis, 19 Juni 2008

10 Common Mistakes For Teacher To Avoid


Top 10 Common Teaching Mistakes For Teachers To Avoid

1. Aiming To Be Buddies With Their Students

Inexperienced teachers often fall into the trap of wanting their students to like them above all else. However, if you do this, you are damaging your ability to control the classroom, which in turn compromises the children's education.
This is the last thing you want to do, right?
Instead, focus on earning your students' respect, admiration, and appreciation. Once you realize that your students will like you more when you are tough and fair with them, you'll be on the right track.
2. Being Too Easy On Discipline

This mistake is a corollary to the last one. For various reasons, teachers often start out the year with a lax discipline plan or, even worse, no plan at all!
Have you ever heard the saying, "Don't let them see you smile until Christmas"? That may be extreme, but the sentiment is correct: start out tough because you can always relax your rules as time progresses if it is appropriate. But it is next to impossible to become more tough once you've shown your pliant side.

3. Not Setting Up Proper Organization From The Start

Until you've completed a full year of teaching, you are unable to comprehend how much paper accumulates in an elementary school classroom. Even after the first week of school, you'll look around at the piles with astonishment! And all these papers must be dealt with... by YOU!
You can avoid some of these paper-induced headaches by setting up a sensible organization system from day one and, most importantly, using it every day! Labeled files, folders, and cubbies are your friend. Be disciplined and toss or sort all papers immediately.
Remember, a tidy desk contributes to a focused mind.

4. Minimizing Parental Communication and Involvement

At first, it can feel intimidating to deal with your students' parents. You might be tempted to "fly under the radar" with them, in order to avoid confrontations and questions.
However with this approach, you are squandering a precious resource. The parents associated with your classroom can help make your job easier, by volunteering in your class or supporting behavior programs at home.
Communicate clearly with these parents from the start and you'll have a band of allies to make your entire school year flow more smoothly.

5. Getting Involved In Campus Politics

This pitfall is an equal opportunity offender for both new and veteran teachers. Like all workplaces, the elementary school campus can be rife with squabbles, grudges, backstabbing, and vendettas.
It's a slippery slope if you agree to listen to gossip because, before you know it, you'll be taking sides and immersing yourself in between warring factions. The political fallout can be brutal.
Better to just keep your interactions friendly and neutral, while focusing intently on the work with your students. Avoid politics at all costs and your teaching career will thrive!

6. Remaining Isolated From The School Community

As an addendum to the previous warning, you'll want to avoid campus politics, but not at the expense of being insulated and alone in the world of your classroom.
Attend social events, eat lunch in the staff room, say hello in the halls, help colleagues when you can, and reach out to the teachers around you.
You never know when you will need the support of your teaching team, and if you've been a hermit for months, it's going to be more challenging for you to get what you need at that point.

7. Working Too Hard And Burning Out

It's understandable why teaching has the highest turnover rate of any profession. Most people can't hack it for long.
And if you keep burning the candles at both ends, the next teacher to quit might be you! Work smart, be effective, take care of your responsibilities, but go home at a decent hour. Enjoy time with your family and set aside time to relax and rejuvenate.
And here's the most difficult advice to follow: don't let classroom problems affect your emotional wellbeing and your ability to enjoy life away from school.
Make a real effort to be happy. Your students need a joyful teacher each day!

8. Not Asking For Help

Teachers can be a proud bunch. Our job requires superhuman skills, so we often strive to appear as superheroes who can handle any problem that comes our way.
But that simply can't be the case. Don't be afraid to appear vulnerable, admit mistakes, and ask your colleagues or administrators for assistance.
Look around your school and you will see centuries of teaching experience represented by your fellow teachers. More often than not, these professionals are generous with their time and advice.
Ask for help and you just might discover that you're not as alone as you thought you were.

9. Being Overly Optimistic And Too Easily Crushed

This pitfall is one that new teachers should be especially careful to avoid. New teachers often join the profession because they are idealistic, optimistic, and ready to change the world! This is great because your students (and veteran teachers) need your fresh energy and innovative ideas.
But don't venture into Pollyanna land. You'll only end up frustrated and disappointed. Recognize that there will be tough days where you want to throw in the towel. There will be times when your best efforts aren't enough.
Know that the tough times will pass, and they are a small price to pay for teaching's joys.

10. Being Too Hard On Yourself

Teaching is hard enough without the additional challenge of mental anguish over slip-ups, mistakes, and imperfections.
Nobody's perfect. Even the most decorated and experience teachers make poor decisions every so often.
Forgive yourself for the day's blemishes, erase the slate, and gather your mental strength for the next time it's needed.
Don't be your own worst enemy. Practice the same compassion that you show your students by turning that understanding on yourself.
Any Comment on this article is really expected....

Read More...

Jumat, 13 Juni 2008

Professional Teacher

Menerawang Guru yang Profesional

Oleh : Sulardi, S.Pd

Guru Bahasa Inggris SMK Penerbangan Sedati-Sidoarjo



Guru sebagai tenaga profesional telah ditetapkan dalam UU Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 39 Ayat 2, yang kemudian dicanangkan pula oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada peringatan Hari Guru 2004.

Undang-Undang Sisdiknas tidak menjabarkan lebih jauh seperti apakah guru profesional tersebut. Namun ia menetapkan bahwa seorang guru harus memiliki kualifikasi minimum dan sertifikasi sesuai dengan jenjang kewenangan mengajar (Pasal 42 Ayat 1) yang ketentuannya akan diatur dalam peraturan pemerintah.

Dalam Peraturan Pemerintah tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) Nomor 19/2005 tidak secara eksplisit dinyatakan guru sebagai jabatan dan atau pekerjaan profesional. Di sini hanya disebutkan seorang guru sebagai agen pembelajaran diharuskan memiliki kompetensi profesional, di samping kompetensi lainnya: kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, dan kompetensi sosial (Pasal 28 Ayat 3).

Poin penting dari PP SNP dalam perkara ini adalah menetapkan bahwa setiap pendidik di setiap jenjang pendidikan harus memiliki kualifikasi akademik minimum D4 atau sarjana (S1) pada bidang/program pendidikan yang sesuai dengan bidang yang diajarkan atau sesuai dengan jenjang tempat mengajar, dan harus pula memiliki sertifikat profesi guru (Pasal 29). Tetapi, uraian lebih lanjut tentang kualifikasi akademik dan kompetensi akan dikembangkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) dan ditetapkan dengan peraturan menteri.

Dalam RUU Guru dan Dosen, draf terakhir (22 November 2005), pengertian kata profesional (Pasal 1 Ayat 5) adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupannya yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu, serta memerlukan pendidikan profesi. Rumusan ini tidak memberikan spesifikasi mengenai guru profesional. Rumusan itu mungkin akan lebih berguna apabila lebih dijuruskan kepada keguruan dan kedosenan ketimbang yang generik, karena secara implisit profesional yang dipikirkan dalam RUU ini adalah pekerjaan atau jabatan guru dan dosen, bukan yang lainnya.

Seharusnya kita akan menjadi lebih terang setelah membaca pasal-pasal tentang kualifikasi, kompetensi, sertifikasi, dan prinsip profesional calon guru atau guru. Namun, sayangnya, penggunaan istilah-istilah ini sedikit saja menolong, selebihnya justru mengacaukan pemahaman kita.

Selanjutnya, tentang Prinsip Profesional dalam Bab III Pasal 7 Ayat 1 sepertinya menjadi persyaratan administratif belaka. Ia tidak menunjukkan kemahiran apa yang menjadi ciri khas dan dasar untuk menilai guru dan dosen profesional jika dibandingkan dengan yang bukan profesional. Seharusnya sebuah prinsip adalah sesuatu yang menyatu (innate), tetap (immanent), dan menjadi basis untuk menjelaskan serta membedakan sesuatu fenomena yang sejenis. Sebagai contoh kita dapat dengan mudah membedakan fenomena seorang dokter dengan mantri atau dengan seorang dukun melalui cara kerjanya.

Cukup sekali

Setakat ini kita baru dapat menerawang sosok guru profesional dalam RUU tersebut. Seperti telah ditetapkan dalam PP SNP, RUU ini menetapkan kembali kualifikasi calon guru, yaitu lulusan program sarjana (S1) atau program diploma empat (D4). Ia juga harus memiliki sertifikat kompetensi sebagai bukti formal pengakuan terhadap kompetensinya sebagai agen pembelajaran. Sertifikat ini dapat diperoleh setelah lulus uji kompetensi yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan yang terakreditasi atau lembaga sertifikasi.

Selain memiliki ijazah S1 atau D4 dan memiliki sertifikat kompetensi, seseorang yang hendak menjadi guru harus juga memiliki sertifikat profesi. Sertifikat profesi adalah bukti formal sebagai pengakuan kewenangan bagi yang telah memiliki kualifikasi akademik minimal dan sertifikat kompetensi. Sertifikat ini dikeluarkan oleh perguruan tinggi yang memiliki program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi.

Kiranya perlu diperjelas lagi, apakah ini maksudnya satu paket dengan sertifikasi kompetensi, seperti yang dialami oleh lulusan S1 FKIP/lembaga pendidikan tenaga kependidikan (LPTK) selama ini, di mana ketika tamat mengantongi dua ijazah sekaligus: ijazah S1 keguruan dan ijazah/akta IV. Proses sertifikasi dalam RUU ini terkesan sangat birokratis dan bertele-tele, yang akan menjadi lahan baru korupsi. Penyederhanaannya ialah menggabungkan program sertifikasi kompetensi dan sertifikasi profesi. Program ini cukup mengeluarkan sertifikat profesi namanya, bukan sertifikat kompetensi, sesuai dengan kegiatannya, Program Pendidikan Profesi Guru.

Sebagai perbandingan adalah profesi kedokteran. Seorang sarjana/S1 kedokteran (SKed) harus mengikuti pendidikan profesi yang disebut coassistant (kepaniteraan) selama lebih kurang dua tahun. Setelah lulus ia menyandang profesi dokter dan memperoleh ijazah dokter. Kemudian ia melapor ke Departemen Kesehatan untuk registrasi dengan memperoleh surat penugasan (SP) sebagai dokter (umum/spesialis) yang berlaku seumur hidup.

Dengan SP itu (bukan SK pegawai), seorang dokter dapat bertugas/bekerja di lembaga negeri atau swasta di mana saja di seluruh wilayah Indonesia. Tetapi, untuk praktik ia harus memperoleh surat izin praktik (SIP) yang ia peroleh dari dinas kesehatan kota/kabupaten dengan rekomendasi IDI setempat.

Beberapa poin barangkali dapat ditiru dari model profesi kedokteran. Pertama, sertifikasi profesi guru cukup dengan satu sertifikat profesi dan tentu berlaku seumur hidup, seperti halnya ijazah dokter. Untuk itu, ketentuan yang mewajibkan guru atau dosen memperbarui sertifikat kewenangan mengajar secara berkala melalui uji kompetensi tidak diperlukan karena akan menimbulkan lebih banyak mudaratnya ketimbang manfaatnya. Jika dimaksudkan pasal itu adalah untuk promosi dan peningkatan kualitas, maka yang diperlukan adalah pelatihan yang diakhiri ujian kompetensi dengan reward tertentu sehingga menimbulkan efek peningkatan etos kerja bukan efek menakutkan.

Kedua, perlu dipikirkan sebuah model registrasi guru profesional yang sederhana tidak mempersulit, tidak menimbulkan pungli dan berlaku seumur hidup. Ini sangat penting agar data jumlah guru menjadi valid. Problem guru non-PNS sukar dipecahkan selama ini salah satunya bermula dari ketiadaan data akurat.

Ketiga, RUU Guru dan Dosen perlu memberikan garis besar model pendidikan guru profesional. Sebab, implementasi UU ini kelak menimbulkan perubahan pada minat masyarakat terhadap profesi guru dan dosen pada satu sisi, dan menuntut perombakan besar-besaran dalam LPTK kita.

Terawangan

Hasil terawang kita terhadap RUU GD adalah bahwa calon guru/guru profesional adalah berkualifikasi S1 atau D4. Selain itu, memiliki sertifikat kompetensi yang menandai kemampuannya, yaitu: kompetensi profesional, kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, dan kompetensi sosial.

Kompetensi-kompetensi ini dapat peroleh melalui pendidikan profesi sebanyak 36 SKS pada perguruan tinggi yang mempunyai program pengadaan tenaga kependidikan. Dari perguruan tinggi yang sejenis itu pula calon guru juga diharuskan memperoleh sertifikat profesinya. Ini semua dimaksudkan meningkatkan harkat dan martabat guru (Pasal 4).

Setelah diatur dalam UU Sisdiknas, dicanangkan oleh Presiden, disediakan direktorat khusus (baru) Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan, maka RUU Guru dan Dosen harus mengapresiasi gagasan guru profesional secara lebih gamblang, agar ia terang tanpa terawang.


Read More...

Selasa, 10 Juni 2008

10 Ways Psychology Can Improve Your Life

10 Ways Psychology Can Improve Your Life
By Mr ardi
taken and edited from;www.about.com
Do you think that psychology is just for students, academics and therapists? Then think again. Because psychology is both an applied and a theoretical subject, it can be utilized in a number of ways. While research studies aren't exactly light reading material for the average person, the results of these experiments and studies can have important applications in daily life. The following are some of the top 10 practical uses for psychology in everyday life.0 Ways Psychology Can Improve Your Life

1. Get Motivated
Whether your goal is to quit smoking, lose weight or learn a new language, some lessons from psychology offer tips for getting motivated. In order to increase your motivational levels when approaching a task, utilize some of the following tips derived from research in cognitive and educational psychology:
- introduce new or novel elements to keep your interest high.
- Vary the sequence to help stave off boredom.
- Learn new things that build on your existing knowledge.
- Set clear goals that are directly related to the task.
- Reward yourself for a job well done.


2. Improve Your Leadership Skills
it doesn’t matter if you’re an office manager or a volunteer at a local youth group, having good leadership skills will probably be essential at some point in your life. Not everyone is a born leader, but a few simple tips gleaned from psychological research can help your improve your leadership skills. One of the most famous studies on this topic looked at three distinct leadership styles. Based on the findings of this study and subsequent research, practice some of the following when you are in a leadership position:
- Offer clear guidance, but allow group members to voice opinions.
- Talk about possible solutions to probelms with members of the group.
- Focus on stimulating ideas and be willing to reward creativity.


3. Become a Better Communicator
Communication involves much more than how you speak or write. Research suggests that nonverbal signals make up a huge portion of our interpersonal communications. In order to communicate your message effectively, you need to learn how to express yourself nonverbally and to read the nonverbal cues of those around you. A few key strategies include the following:
- Use good eye contact.
- Start noticing nonverbal signals in others.
- Learn to use your tone of voice to reinforce your message.


4. Learn to Better Understand Others
Much like nonverbal communication, your ability to understand your emotions and the emotions of those around you plays an important role in your relationships and professional life. The term emotional intelligence refers to your ability to understand both your own emotions as well as those of other people. Your emotional intelligence quotient is a measure of this ability. According to psychologist Daniel Goleman, your EQ may actually be more important than your IQ (1995). What can you do to become more emotionally intelligent? Consider some of the following strategies:
Much like nonverbal communication, your ability to understand your emotions and the emotions of those around you plays an important role in your relationships and professional life. The term emotional intelligence refers to your ability to understand both your own emotions as well as those of other people. Your emotional intelligence quotient is a measure of this ability. According to psychologist Daniel Goleman, your EQ may actually be more important than your IQ (1995). What can you do to become more emotionally intelligent? Consider some of the following strategies:
- Carefully assess your own emotional reactions.
- Record your experience and emotions in a journal.
- Try to see situations from the perspective of another person.


5. Make More Accurate Decisions
Research in cognitive psychology has provided a wealth of information about decision making. By applying these strategies to your own life, you can learn to make wiser choices. The next time you need to make a big decision, try using some of the following techniques:
- Try using the “six thinking hats” approach by looking at the situation from multiple points of view, including rational, emotional, intuitive, creative, positive and negative perspectives.
- Consider the potential costs and benefits of a decision.
- Employ a grid analysis technique that gives a score for how a particular decision will satisfy specific requirements you may have.


6. Improve Your Memory
Have you ever wondered why you can remember exact details from childhood events yet forget the name of the new client you met yesterday? Research on how we form new memories as well as how and why we forget has led to a number of findings that can be applied directly in your daily life. What are some ways you can increase your memory power?
- Focus on the information.
- Rehearse what you have learned.
- Eliminate distractions.

7. Make Wiser Financial Decisions
Nobel Prize winning psychologists Daniel Kahneman and Amos Tversky conducted a series of studies that looked at how people manage uncertainty and risk when making decisions. Subsequent research in this area known as behavior economics has yielded some key findings that you can use to make wiser money management choices. One study (2004) found that workers could more than triple their savings by utilizing some of the following strategies:
- Don’t procrastinate! Start investing in savings now.
- Commit in advance to devote portions of your future earnings to your retirement savings.
- Try to be aware of personal biases that may lead to poor money choices.

8. Get Better Grades
The next time you're tempted to complain about pop quizzes, midterms or final exams, consider this—research has demonstrated that taking tests actually helps you better remember what you've learned, even if it wasn't covered on the test (Chan et al., 2006).Another study found that repeated test-taking may be a better memory aid than studying (Roediger & Karpicke, 2006). Students who were tested repeatedly were able to recall 61 percent of the material while those in the study group recalled only 40 percent. How can you apply these findings to your own life? When trying to learn new information, self-test frequently in order to cement what you have learned into your memory.


9. Become More Productive.
Sometimes it seems like there are thousands of books, blogs and magazine articles telling us how to get more done in a day, but how much of this advice is founded on actual research? For example, think about the number of times have you heard that multitasking can help you become more productive. In reality, research has found that trying to perform more than one task at the same time seriously impairs speed, accuracy and productivity. So what lessons from psychology can you use to increase your productivity? Consider some of the following:
- Avoid multitasking when working on complex or dangerous tasks.
- Focus on the task at hand.
- Eliminate distractions.

10. Be Healthier
Psychology can also be a useful tool for improving your overall health. From ways to encourage exercise and better nutrition to new treatments for depression, the field of health psychology offers a wealth of beneficial strategies that can help you to be healthier and happier. Some examples that you can apply directly to your own life:
- Studies have shown that both sunlight and artificial light can reduce the symptoms of seasonal affective disorder.
- Research has demonstrated that exercise can be an effective treatment for depression as well as other mental disorders.
- Studies have found that helping people understand the risks of unhealthy behaviors can lead to healthier choices.

Read More...

8 Stages of Human Development

8 Stages of Human Development
By Mr Ardi
Source : www.about .com

Psychosocial Stage 1 - Trust vs. Mistrust

The first stage of Erikson’s theory of psychosocial development occurs between birth and one year of age and is the most fundamental stage in life.
Because an infant is utterly dependent, the development of trust is based on the dependability and quality of the child’s caregivers.
If a child successfully develops trust, he or she will feel safe and secure in the world. Caregivers who are inconsistent, emotionally unavailable, or rejecting contribute to feelings of mistrust in the children they care for. Failure to develop trust will result in fear and a belief that the world is inconsistent and unpredictable.

Psychosocial Stage 2 - Autonomy vs. Shame and Doubt

The second stage of Erikson's theory of psychosocial development takes place during early childhood and is focused on children developing a greater sense of personal control.
Like Freud, Erikson believed that toilet training was a vital part of this process. However, Erikson's reasoning was quite different then that of Freud's. Erikson believe that learning to control one’s body functions leads to a feeling of control and a sense of independence.
Other important events include gaining more control over food choices, toy preferences, and clothing selection.
Children who successfully complete this stage feel secure and confident, while those who do not are left with a sense of inadequacy and self-doubt.

Psychosocial Stage 3 - Initiative vs. Guilt

During the preschool years, children begin to assert their power and control over the world through directing play and other social interaction.
Children who are successful at this stage feel capable and able to lead others. Those who fail to acquire these skills are left with a sense of guilt, self-doubt, and lack of initiative.

Psychosocial Stage 4 - Industry vs. Inferiority

This stage covers the early school years from approximately age 5 to 11.
Through social interactions, children begin to develop a sense of pride in their accomplishments and abilities.
Children who are encouraged and commended by parents and teachers develop a feeling of competence and belief in their skills.

Psychosocial Stage 5 - Identity vs. Confusion

During adolescence, children are exploring their independence and developing a sense of self.
Those who receive proper encouragement and reinforcement through personal exploration will emerge from this stage with a strong sense of self and a feeling of independence and control. Those who remain unsure of their beliefs and desires will insecure and confused about themselves and the future.

Psychosocial Stage 6 - Intimacy vs. Isolation

This stage covers the period of early adulthood when people are exploring personal relationships.
Erikson believed it was vital that people develop close, committed relationships with other people. Those who are successful at this step will develop relationships that are committed and secure.
Remember that each step builds on skills learned in previous steps. Erikson believed that a strong sense of personal identity was important to developing intimate relationships. Studies have demonstrated that those with a poor sense of self tend to have less committed relationships and are more likely to suffer emotional isolation, loneliness, and depression.

Psychosocial Stage 7 - Generativity vs.Stagnation

During adulthood, we continue to build our lives, focusing on our career and family.
Those who are successful during this phase will feel that they are contributing to the world by being active in their home and community. Those who fail to attain this skill will feel unproductive and uninvolved in the world.

Psychosocial Stage 8 - Integrity vs. Despair

This phase occurs during old age and is focused on reflecting back on life.
Those who are unsuccessful during this phase will feel that their life has been wasted and will experience many regrets. The individual will be left with feelings of bitterness and despair.
Those who feel proud of their accomplishments will feel a sense of integrity. Successfully completing this phase means looking back with few regrets and a general feeling of satisfaction. These individuals will attain wisdom, even when confronting death.

Any Comments is really hoped.......

Read More...

Rabu, 04 Juni 2008

Ten Reasons To Become A Teacher

Teaching is a special calling. It is not a job well-suited to everyone. In fact, many new teachers leave within the first 3-5 years of teaching. However, there are many rewards that come with this oft maligned career. Here are my top ten reasons why teaching can be a great profession.

1. Student PotentialUnfortunately, not every student will succeed in your class. However, this fact should not keep you from believing that every student has the potential for success. This potential is so exciting - each new year presents new challenges and new potential successes.


2. Student SuccessesClosely related to the previous pick, student success is what drives teachers to continue. Each student who didn't understand a concept and then learned it through your help can be exhilarating. And when you actually reach that student that others have written off as being unteachable, this can truly be worth all the headaches that do come with the job.

3. Teaching a Subject Helps You Learn a SubjectYou will never learn a topic better than when you start teaching it. I remember my first year teaching AP Government. I had taken Political Science courses in college and thought I knew what I was doing. However, the student questions just made me dig deeper and learn more. There is an old adage that it takes three years of teaching to truly master a subject and in my experience this is the truth.

4. Daily HumorIf you have a positive attitude and a sense of humor, you will find things to laugh about each day. Sometimes it will be silly jokes you will make up as you teach that might get a laugh from your students. Sometimes it will be jokes that kids share with you. And sometimes students will come out with the funniest statements without realizing what they've said. Find the fun and enjoy it!

5. Affecting the FutureYes it might be trite, but it is true. Teachers mold the future each day in class. In fact, it is a sad fact that you will see some of these students more consistently day-to-day than their parents will.

6. Staying YoungerBeing around young people everyday will help you remain knowledgeable about current trends and ideas. It also helps break down barriers.

7. Autonomy in the ClassroomOnce a teacher closes that door each day and begins teaching, they really are the ones who decide what's going to happen. Not many jobs provide an individual with so much room to be creative and autonomous each day.

8. Conducive to Family LifeIf you have children, the school calendar will typically allow you to have the same days off as your kids. Further, while you might bring work home with you to grade, you will probably be getting home close to the same time as your children.

9. Job SecurityIn many communities, teachers are a scarce commodity. It is fairly certain that you will be able to find a job as a teacher, though you might have to wait until the start of a new school year and be willing to travel within your county/school district. While requirements might be different from state to state, once you have proven yourself a successful teacher, it is relatively easy to move around and find a new job.

10. Summers OffUnless you work in a district that has a year-round-education system, you will have a couple of months off in the summer where you can choose to get another job, teach summer school, or just relax and vacation. Further, you typically get two weeks off during Christmas/Winter Holidays and one week for Spring Break which can really be a huge benefit and provide much needed rest time.

If you want a harvest in a month, plant a seed...!
If you want a harvest in a year, plant a tree...!
If You want a harvest in thousand years, EDUCATE PEOPLE!!!

Read More...

Top 6 Keys to Being a Successful Teacher

By Mr Ardi

The most successful teachers share some common characteristics. Here are the top six keys to being a successful teacher. Every teacher can benefit from focusing on these important qualities. Success in teaching, as in most areas of life, depends almost entirely on your attitude and your approach.

1. Sense of HumorA sense of humor can help you become a successful teacher. Your sense of humor can relieve tense classroom situations before they become disruptions. A sense of humor will also make class more enjoyable for your students and possibly make students look forward to attending and paying attention. Most importantly, a sense of humor will allow you to see the joy in life and make you a happier person as you progress through this sometimes stressful career.

2. A Positive AttitutudeA positive attitude is a great asset in life. You will be thrown many curve balls in life and especially in the teaching profession. A positive attitude will help you cope with these in the best way. For example, you may find out the first day of school that you are teaching Algebra 2 instead of Algebra 1. This would not be an ideal situation, but a teacher with the right attitude would try to focus on getting through the first day without negatively impacting the students.

3. High ExpectationsAn effective teacher must have high expectations. You should strive to raise the bar for your students. If you expect less effort you will receive less effort. You should work on an attitude that says that you know students can achieve to your level of expectations, thereby giving them a sense of confidence too. This is not to say that you should create unrealistic expectations. However, your expectations will be one of the key factors in helping students learn and achieve.

4. ConsistencyIn order to create a positive learning environment your students should know what to expect from you each day. You need to be consistent. This will create a safe learning environment for the students and they will be more likely to succeed. It is amazing that students can adapt to teachers throughout the day that range from strict to easy. However, they will dislike an environment in which the rules are constantly changing.

5. FairnessMany people confuse fairness and consistency. A consistent teacher is the same person from day to day. A fair teacher treats students equally in the same situation. For example, students complain of unfairness when teachers treat one gender or group of students differently. It would be terribly unfair to go easier on the football players in a class than on the cheerleaders. Students pick up on this so quickly, so be careful of being labelled unfair.

6. FlexibilityOne of the tenets of teaching should be that everything is in a constant state of change. Interruptions and disruptions are the norm and very few days are 'typical'. Therefore, a flexible attitude is important not only for your stress level but also for your students who expect you to be in charge and take control of any situation.

I really hope for any comments on it...Thanks

Read More...