English By Radio Elvictor FM

English By Radio Elvictor FM

Selasa, 03 Juni 2008

PTK,"Membangun Pemahaman dan Penguasaan kosakata bahasa Inggris melalui permainan

BAB I

PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah

Kebanyakan anak usia sekolah dasar sangat suka dengan permainan, hal ini sesuai dengan usia anak yang pada dasarnya adalah suka bermain. Sudah menjadi kodratnya bahwa anak-anak akan sangat tertarik dengan yang disebut permainan dan bagaimana caranya menjadikan permainan yang disukai oleh anak anak itu menjadi suatu metode pembelajaran bahasa Inggris.

Pintar bahasa Inggris tampaknya sudah merupakan keharusan dewasa ini. Hal ini dibuktikan dari menjamurnya tempat kursus bahasa Inggris sampai ke pelosok daerah. Di banyak sekolah, terutama di kota-kota besar, bahasa Inggris diajarkan sejak di kelas empat sekolah dasar sebagai salah satu mata pelajaran muatan lokal, bahkan di lingkungan elite bahasa Inggris mulai diperkenalkan di taman bermain.

Umumnya, para guru di sekolah menyajikan pelajaran bahasa Inggris secara klasikal dengan metode konvensional. Guru de depan kelas menjelaskan atau memberikan contoh sementara anak didiknya mendengarkan. Apabila cara mejelaskan pelajaran tidak menarik, anak didik akan mendengarkan sambil terantuk-kantuk atau sambil bermain-main dengan kotak pensilnya. Yang penting mereka tidak bersuara dan membuat gaduh.

Kalau diperhatikan, anak-anak seusia kelas ………. sekolah dasar adalah anak yang aktif yang sangat sulit diminta duduk sambil diam mendengarkan orang berbicara dalai waktu yang agak lama. Mereka paling senang bermain. Maka, tidak ada salahnya kalau kegemaran bermain ini dimanfaatkan untuk menyampaikan materi ajar. Dengan demikian, mereka akan memperoleh pengalaman belajar yang menyenangkan dan penuh makna. Minat belajar bahasa Inggris pun akan tumbuh dengan baik.

Salah satu cara untuk memenfaatkan kegemaran bermain ini ialah dengan memberikan permainan misalnya permainan yang mengombinasikan kesenangan bermain dan kebiasaan bergera aktif sekaligus belajar bahasa Inggris.

Agar belajar manjadi aktif, siswa harus mengerjakan banyak sekali tugas. Mereka haru menggunakan otak, mengkaji gagasan, memecahkan masalah, dan menerapkan apa yang mereka pelajari. Belajr aktif harus gesit, menyenangkan, bersemangat dan penuh gairah. Siswa bahkan sering meninggalkan tempat duduk mereka, bergerak leluasa dan berfikir keras (moving about dan thinking aloud).

Untuk bisa mempelajari sesuatu dengan baik, kita perlu mendengarnya, melihatnya, mengajukan pertanyaan tentangnya, dan membahasnya dengan orang lain. Bukan Cuma itu, siswa perlu “mengerjakannya”, yakni menggambarkan sesuatu dengan cara mereka sendiri, menunjukkan contohnya, mencoba mempraktekan keterampilan, dan mengerjakan tugas yang menuntut pengetahuan yang telah tau harus mereka dapatkan.

Penguasaan kosa kata dan kalimat perintah dalam bahasa Inggris memiliki aspek beragam. Diantaranya dapat digunakan sebagai sarana untuk mengembangkan pengetahuan, menyampaikan pesan, bentuk kata. Untuk itulah dalam mengungkap permasalahan tersebut peneliti memilih judul “Membangun Pemahaman dan Penguasaan Kosakata Bahasa Inggris Melalui Permainan Pada Siswa Kelas ……………………………………………………….”


B. Rumusan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang tersebut, maka masalah yang timbul dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

  1. Bagaimanakah tingkat penguasaan pemahaman kosa kata bahasa Inggris anak kelas ………………………………….. melalui cara belajar aktif model permainan?

  2. Bagaimanakah tingkat penguasan kosakata bahasa Inggris anak kelas ……………………………………….?

  3. Bagaimanakah tingkat penguasaan makna kosakata bahasa Inggris anak kelas ………………………………………………. melalui cara belajar aktif model permainan?





C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk memperoleh deskripsi tentang tingkat penguasaan kosakata bahasa Inggris anak Sekolah dasar kelas ……… melalui cara belajar aktif model permainan.

2. Tujuan Khusus

Secara khusus tujuan penelitian ini adalah:

  1. Untuk memperoleh deskripsi tentang tingkat penguasaan pelafalan huruf bahasa Inggris anak kelas ……………. Sekolah dasar melalui cara belajar aktif model permainan.

  2. Untuk memperoleh deskripsi tentang penguasaan pelafalan huruf kosaka bahasa Inggris anak kelas …………….. Sekolah dasar melalui cara belajar aktif model permainan.

  3. Untuk memperoleh deskripsi tentang tingkat penguasaan makna kosakata anak kelas V Sekolah dasar melalui cara belajar aktif model permainan.


D. Asumsi Penelitian

Dalam penelitian ini ada beberapa asumsi sebagai berikut:

  1. Melalui cara belajar aktif model permainan, anak kelas ……………… Sekolah dasar dapat mengungkapkan pendapat dan sikap dalam bahasa Inggris dengan lafal yang tepat.

  2. Anak Sekolah dasar kelas ……….. dapat bertambah kosakatanya melalui cara belajar aktif model permainan.

  3. Dengan membaca cerita ringan, anak kelas ……… Sekolah dasar memiliki tingkat penguasaan makna kosakata yang berbeda-beda.



















BAB II

KERANGKA TEORI


A. Definisi Pembelajaran

Bahasa merupakan alat komunikasi yang sangat penting bagi kehidupan manusia, karena disamping berfungsi sebagai alat untuk menyatakat pikiran dan perasaan orang lain, sekaligus berfungsi sebagai alat untuk memahami pikiran dan perasaan orang lain. Kemampuan berbahasa tidak hanya diperlukan oleh manusia yang sudah dewasa saja tetapi juga diperlukan bagi kehidupan anak-anak.

Melihat hal yang demikian peranan sekolah sebagai tempat untuk mendidik dan mengajar sangat diperlukan, selain pendidikan di lingkungan keluarga. Dari pendidikan di sekolah itulah anak mulai belajar mengembangkan aspek kepribadiannya, dan kemampuan berbahasa yang disesuaikan dengan perkembangan anak secara wajar dan alamiah. Kemampuan anak dalam berbahasa dapat dibimbing dan dituntun oleh seorang guru yang tanpa disadari oleh anak, bahwa anak telah mendapat perbendaharaan kosakata baru.

Oleh sebab itu dalam menyampaikan bahan-bahan pengembangan guru dapat memilih salah satu atau gabungan metode yang sesuai dengan bahan pengembangan, kebutuhan, minat, dan kemampuan anak serta lingkungannya. Salah satu bentuk kegiatan adalah menyanyi. Dengan suasana yang demikian tanpa disadari oleh anak bahwa guru sedang menyampaikan materi yang telah disusun, tujuan yang telah ditetapkanpun dapat tercapai. Seperti pendapat Kasiram (1983: 71) bahwa tujuan permainan adalah terletak pada permainan itu sendiri dan tercapai pada waktu bermain

Pembelajaran adalah proses, cara, menjadikan orang atau makhluk hidup belajar. Sedangkan belajar adalah berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu, berubah tingka laku atau tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman. (KBBI, 1996: 14).

Sependapat dengan pernyataan tersebut Sutomo (1993: 68) mengemukakan bahwa pembelajaran adalah proses pengelolaan lingkungan seseorang yang dengan sengaja dilakukan sehingga memungkinkan dia belajar untuk melakukan atau mempertunjukkan tingkah laku tertentu pula. Sedangkan belajar adalah suatu peoses yang menyebabkan perubahan tingkah laku yang bukan disebabkan oleh proses pertumbuhan yang bersifat fisik, tetapi perubahan dalam kebiasaan, kecakapan, bertambah, berkembang daya pikir, sikap dan lain-lain. (Soetomo, 1993: 120).

Pasal 1 Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang pendidikan nasional menyebutkan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.

Jadi pembelajaran adalah proses yang disengaja yang menyebabkan siswa belajar pada suatu lingkungan belajar untuk melakukan kegiatan pada situasi tertentu.



B. Penguasaan Kosakata Baru Sebagai Dasar Komunikasi

Bahasa tidak dapat dipisahkan dari manusia dan selalu mengikuti di dalam setiap aktivitasnya, dan bahasa merupakan alat yang dipakai untuk mempengaruhi dan dipengaruhi. Jadi merupakan suatu kenyataan yang tidak dapat dipungkiri bahwa bahasa harus dimiliki oleh setiap manusia. Sebab merupakan suatu hal yang tidak mungkin bahwa informasi tanpa menggunakan bahasa. Begitu pula dengan orang yang menyampaikan pesan baik apabila ia tidak menguasai kosa kata bahasa tertentu.

Penguasaan bahasa dan kepandaian berbahasa itu sendiri merupakan hasil dari pendidikan seperti yang dikemukanan oleh Samsuri (1987: 37). Jika seorang anak dididik dan dibesarkan di dalam keluarga dan lingkungan yang tidak berbahasa Jawa, maka mau tidak mau ia tidak akan pandai pula berbahasa Jawa, maka mu tidak mau ia tidak akan pandai berbahasa Jawa. Ia akan pandai berbahasa yang dipakai di dalam lingkungan keluarga itu.

Bahasa merupakan alat komunikasi yang paling penting dalam kegiatan serhari-hari. Dengan bahasa kita dapat menangkap motif keinginan, latar belakang pendidikan, pergaulannya, adat istiadatnya, dan lain sebagainya. Maka benarlah kalau dikatakan bahwa pendidikan adalah sebagai pendayagunaan bahasa untuk peralihan pengalaman dan atau budaya (Alwasilah, 1990: 159). Seorang akan dapat berkomunikasi dengan lancar apabila ia memiliki kemampuan penguasaan kosakata bahasa tersebut. Oleh sebab itu kemampun penguasaan kosaka bahasa tertentu harus dimiliki oleh setiap individu.

Untuk memupuk dan menumbuhkan rasa cinta terhadap bahasa Inggris dalam lembaga pendidikan, bahasa Inggris digunakan sebagai bahasa tambahan untuk menambah wawasan anak. Apapun penggunaan bahasa Inggris tersebut disesuaikan dengan jenjang pendidikan.

Dalam mengajarkan bahasa Inggris di Sekolah dasar kosakata bahasa Inggris dapat dikenalkan dan dikembangkan melalui berbagai jenis kata dalam bentuk kegiatan sehari-hari. Misalnya nama-nama binatang disekitarnya, mengenalkan gambar-gambar dan menceritakan isi gambar, mengenalkan konsep waktu dan ruang, mengenalkan kata sambung, kata penghubung, kata imbuhan, kata sifat dan sebagainya (Saleh, 1991: 5).

Agar kosakata bahasa Inggris diminati oleh anak, sehingga menimbulkan minat pada anak untuk senang berbahasa Inggris, dapat dikenalkan dan dikembangkan dengan metode atau teknik kamus bergambar. Teknik ini dapat digunakan untuk menyampaikan materi pelajaran. Penggunaan metode tersebut akan mempermudah bagi anak untuk mengingat kosakata bahasa Inggris yang sederhana dan konkrit, sesuai dengan perkembangan anak dan usia anak. Dengan demikian akan mengembangkan sikap senang berbahasa, dengan melatihkan penggunaan bahasa yang komunikatif.

Secara perlahan-lahan disamping anak dapat mengusai kosakata bahasa Inggris anak juga dapat memahami perintah, menerapkan dan mengkomunikasikan isi perintah tersebut dengan benar. Dengan demikian anak tidak akan merasa terhambat dalam berkomunikasi yang disebabkan terbatasnya kemampuan berbahasa.

Untuk menunjang keberhasilan dalam mempelajari kosakata dapat dilakukan dengan jalan menyimak, meniru dan mempraktekan (Tarigan, 1980: 12). Oleh sebab itu dalam pengajaran bahasa mencakup empat unsur keterampilan yaitu:

  1. Keterampilan menyimak

  2. Keterampilan berbicara

  3. Keterampilan membaca

  4. Keterampilan menulis

Dari keempat keterampilan tersebut, keterampilan menyimak dan keterampilan berbicara yang paling mudah dilakukan oleh anak sekolah dasar kelas V. Perkembangan bahasa anak usia Sekolah dasar menurut Admodiwiryo (1990: 34) ada empat hal yaitu:

  1. Mengerti pembicaraan orang lain.

  2. Menambah perbendaharaan orang lin

  3. Menggabungkan kata menjadi kalimat

  4. Mengucapkan yang benar

Agar keempat hal tersebut dapat tercapai, anak diberi motivasi supaya mau menyimak dan sekaligus mau dan dapat mengungkapkan ide-ide yang dimilikinya. Pengungkapan tersebut dengan menggunakan bahasa Inggris sesuai dengan tingkat perkembangan anak. Untuk itu guru hendaknya mampu menciptakan suasana kegiatan belajar mengajar yang mendorong ke arah tersebut. Di samping itu pengugunaan metode yang tepat dapat menghidupkan suasana belajar dalam kelas, yang menyebabkan anak senang mendengarkan keterangan dari guru.

Akhirnya anak mau dan dapat mengungkapkan ide-idenya dengan mengucapkan bahasa Inggris yang benar sesuai dengan tingkat kemampuan anak masing-masing. Guru dapat memilih teknik atau metode membaca dalam memperkenakan kosakata bahasa Inggris. Dengan metode ini anak akan ikut menirukan dan sekaligus mempraktekkannya bersama-sama dengan gurunya bacaan tersebut dibaca bersama-sama, selanjutnya guru menjelaskan makna setiap kata yang ada pada bacaan tersebut. Penjelasannya dengan mengunakan bahasa ibu dan bahasa Inggris.

Apabila anak-anak tersebut sudah dapat membaca bacaan tersebut dengan baik, dan dapat memahami makna pada setiap kosakata. Selanjutnya guru dapat mengajak anak untuk mengembangkan aspek kognitif dan kemampuan berbahasa lisan, melatih cara berfikir dan membentuk konsep, maka dapat dilakukan keguatan bercakap-cakap ini dilakukan dengan menggunakan bahasa Inggris yang sederhana sesuai dengan perkembangan anak. Kegiatan tersebut misalnya dengan memberikan pertanyaan yang berhubungan dengan bacaan tersebut.

Pertanyaan seperti bagaimanakah jalanya seekor kelinci? Atau anak disuruh untuk bercerita tentang pengalaman yang dialami oleh anak. Bercerita dengan mengunakan bahasa Inggris sesuai dengan kemampuan yang dimiliki oleh anak masing-masing. Selain itu melalui kegiatan menyimak atau mendengarkan melatih anak untuk menangkap dan memahami pembicaraan orang lain.


C. Sepuluh Langkah dalam Membantu Kegiatan Eksperiensial

1. Jelaskan tujauan anda. Siswa ingin mengetahui apa yang akan berlangsung dan mengapa begitu.

2. Tunjukkan manfaatnya. Jelaskan mengapa anda mengadakan kegiatan itu dan jelaskan bagaimana kaitan aktivitas itu dengan aktivitas lain sebelumnya.

3. Bicaralah pelan ketika memberikan arahan. Anda juga dapat menyediakan media visual. Pastikan apa yang anda ajarkan bisa dimengerti.

4. Peragakan aktivitasnya jika penjelasannya terlalu rumit. Beri kesempatan siswa untuk melihat peragaan yang diajarkan sebelum mereka melakukaanya.

5. Bagilah kelas menjadi sub-sub kelompok sebelum memberikan arahan. Jika tidak, siswa akan lupa dengan yang yang di ajarkan sewaktu mereka sedang dibentuk.

6. Beritahu siswa seberapa banyak waktu yang mereka miliki. Umumkan waktu yang dialokasikan untuk seluruh kegiatan, dan kemudian umumkan secara berkala seberapa banyak waktu yang tersisa.

7. Usahakan agar aktivitas terus berjalan. Jangan lupa memperlambat aktivitas dengan terus-menerus mencatat pendapat siswa di papan tulis, dan jangan biarkan diskusi berjalan berkepanjangan.

8. Berikan sesuatu yang menantang kepada siswa. Semangat sisa akan meningkat bila aktivitas yang mereka laksanakan juga menimbulkan sedikit ketegangan. Jika tugasnya terlalu mudah, siswsa akan menjadi ogah-ogahan.

9. Diskusikan selalu kegiatan yang berlangsung. Bila suatu kegiatan telah berakhir, perintahkan siswa untuk “memproses” perasaan yang ditimbulkan oleh kegiatan itu dan berbagi pendapat dan pelajaran yang bisa dipetik.

10. Susunlah dengan baik pengalaman pemrosesan pertama. Arahkan diskursi dan ajukan beberapa pertanyaan saja. Jika siswa terbagi dalam sub-sub kelompok, perintahkan mereka untuk sejenak kembali ke tempat msing-masing dan berbagi jawaban mereka.


D. Pengajaran Bahan Melalui Permainan

Banyak bentuk permainan yang dapat dilakukan dan salah satunya ialah permainan yang ditulis oelh Gretchen E. Weed dalam salah satu artikelnya yang berjudul “Using Games in Teaching Children” yang dimuat oleh ELEC Buletin, No. 32, Winter 1971 yang diterbitkan di Tokyo Jepang yang diberi nama Stand Up and Sit Down. Permainan ini membuat anak bergerak aktif.

Para siswa diminta keluar dari tempat duduk lalu berbaris dengan rapi. Yang paling depan ialah ketua (leader), sedangkan yang berbaris di belakang disebut anggota. Bila jumlah siswa lebih dari sepuluh, kita tidak usah panic. Bagilah mereka ke dalam kelompok; tiga atau empat kelompok bermain. Tiap-tiap kelompok memiliki satu orang leader.

Pokok bahasan kali ianalah kalimat pendek berupa prntah seperti Sit down!, Stand up!, Walk to the door!, dan seterusnya. Leader akan memberikan perintah dengan kalimat-kalimat pendek tersebut dan seluruh anggota yang berada di belakangnya mengerjakan perintah tersebut. Misalnya, dengan suara lantang, leader menyebut “Sit down!”, maka seluruh anggot mengerjakan perintah sang leader yaitu duduk. Apabilaperntah sang leader yaitu tidak dipahamikarena slah satu sebab, respons akan dihitung sebagai salah satu kesalahan. Kesalana pronunciation, misalnya, harus segera diperbaiki oleh guru. Sebaliknya, bila seluruh anggota mengerjakan perintah dengan benar, respons akan dihitung sebagi perolehan poin.

Akan tetapi, bila perintah tidak dapat dikerjakan karena tidak tahu bagaimana mengerjakannya, guru memberikan isyarat atau mencohkannya. Misalnya, “turn around.” Mungkin saja mereka tidak tahu bagaimanamelakukan gerakan karena kurang memahami arti frase tersebut. Gurulah yang akan mencohknnya sambil mengulangi kalimat pendek tersebut perlahah-lahan dan brulang-ulang sampaisetiapanggota dalam grup tersebut paham betul, di samping tahu membedakannya dengan perintah yang lain seperti “turn left”, atau “turn right”. Perintah-perintah tersebut dapat pula dikombinasikandengankata “don’t…..” seperti “Don’t sit on the floor!” yang berarti perintah tidak boleh dilakukan.

Lewat permainan di atas, para siswa belajar memahami bentuk kalimat perintah (command) dan tanpa disadari perbendaharaan kata yang diperoleh melalui pengalaman atau pekerjaan akan bertahan lebih lama dibandingkan dengan yang diperoleh melalui definisi atau terjemahan yang paling baik sekalipun.

Untuk menambah kegembiraan bermain, boleh dilakuakn pertandingan seperti pertandingan sesama anggoty yang berada dalam satu group atau antar grup. Bila pertandingan dilaksanakan antar grup, para siswa tidak hanya mendapatkan pengalaman belajar yang menyenangkan, tetapi juga pengalaman social yang menggembirakan.


E. Bentuk Permainan yang Dapat Diterapkan

Sebenarnya, tidak ada bentuk permaina yang khusus. Selama permaian tersebutr permainan anak, disukai, dan menggunakan bahasa, permainan dapat dimanfaatrkan, khsusunya bagi anak usia sekolah lanjutan tingkat pertam. Seperti “quiet games”. Lebih lanjut Gretchenn E. Weed menulis bahwa permainan ini memerlukan sebuah benda kecil yang berlubang di tengahnya yang menyerupai sebuah cincin dan seutas tali. Masukkanlah tali ke dalam lingkaran cincin kemudian sambungkan tali menjadi sebuah lingkaran yang besar. Bentuklah kelompok. Tiap-tiap kelompook terdiri atas enam sampai sepuluh anak yang duduk berdekatan membuat sebuah lingkaran sebesar lingkara tali. Tiap-tiap anak memegang tali dan anak yang kebetulan memegang cincin, cincinnya tidak boleh diperlihatkan kepada yang lain, tetapi harus ditutup dengan tangan. Salah seorang dari kelompok tersebut harus berdiri di tengah lingkaran.

Permainan dimuali. Anak-anak yang duduk melingkar mulai menyanyikan sebuah lagu yang pendek sambil menggoyang-goyangkan tali. Anak yang memegang cincin haru membiarkan cincin tersebut mengelinding ke tangan orang yang duduk di sebelahnya. Dia pun melakukan hal yang sama kepada orang yang di sebelahnya lagi sampai selesai. Beramaan dengan selesainya lagu, anak yang terakhir memegang cincin tidak lagi meneruskan cincinnya ke sebelahnya, tetapi memeganngnya dan menutupinya dengan tangn. Anak yang berada di tengah lingkaran bertanya “Who has the ring?” tentu saja tida ada yang menajwab sampai salah seorang di antra yang duduk bertanya: “Do you have the ring, Anna?” Anna yang merupakan salah seorang dari mereka akan menajwab dengan jujur dengan jawaban pendek “Yes, Ido.” Atau “No, I don’t.” Pertanyaan dapat juga berupa: “Does Anna have the ring, Ruth?” Dengan jujur yangditanya akan menjawab: “Yes, she dors,” atau “No, she doesn’t” atu mungkin juga dia akan menjawab “I don’t know.”

Dengan demikian, mereka telah belajar do question dengan short answernya tanpa harus duduk terkantuk-kantuk mendengarkan penjelasan guru.


F. Memilih Permainan

Mengajar bahasa melalui permainan tidak hanya memerlukan kreativitas dan daya imajinasi yang tinggidari seorang guru, tetapi juga harus memperhatikan hal-hal yang berikut:


  1. Tujuan

Sesuaikan permainan yang dipilih dengan materi pelajaran.

  1. Ruang Bermain

Kalau ruang tidak memadai, pilihlah halaman atau ruang lain.

  1. Jumlah Siswa

Sesuaikan teknik bermain dengan jumlah siswa. Permainan yang dipilih harus dapat melibatkan seluruh siswa karena kalau hanya sebagian saja yang mengikuti permainan sebagaia lagiakan menjadi penonoton.

  1. Usia

Sesuaikan bentuk permainan dengan usia anak. Pilihlah perbendaharaan kata atau kalimat sedrhana bagi si pemula.

  1. Kegiatan

Bila kegiatan memerlukan aktivitas yang tinggi sehingga membuat gaduh dan mengganggu kelas sebelah menyebelah, sebaiknya kegiatan tidak dilaksanakan di dalam kelas.

  1. Waktu

Perhitungkan waktu yang tersedia dengan waktu yang diperlukan untuk bermain. Banyak permainan yang memerlukan waktu yang lama. Untuk permainan seperti ini, kalau tidak berhati-hati berhitung akan mengganggu waktu yang disediakan untuk mata pelajaran berikutnya.



  1. Peralatan Bermain

Begitu permaina dipilih, siapkan peralatan main sehingga akan lancar dan dapat menghemat waktu.

  1. Hadiah

Siapkanlah hadiah bila ada pertandingan dalam permainan. Sekecil apa pun sebuah hadiah, selalu merupakan motivasi yang kuat bagi si anak untuk belajar.

.















BAB III

METODOLOGI PENELITIAN


A. Tempat, Waktu dan Subyek Penelitian

1. Tempat Penelitian

Tempat penelitian adalah tempat yang digunakan dalam melakukan penelitian untuk memperoleh data yang diinginkan. Penelitian ini bertempat di ……………………………………………

2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian adalah waktu berlangsungnya penelitian atau saat penelitian ini dilangsungkan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari semester genap 2004/2005.

3. Subyek Penelitian

Subyek penelitian adalah siswa-siswi kelas ………………………………….. pada penguasaan kalimat Tanya dan jawaban pendek.


B. Rancangan Penelitian

Dalam kegiatan penelitian kali ini peneliti bekerja sendirian tanpa kolaborasi dengan orang lain. Kehadiran peneliti dalai kegiatan belajar mengajar dilakukan seperti biasa seperti tidak ada penelitian. Jadi siswa dibiarkan melakukan semua kegiatan seperti biasa.

Penelitian ini menggunakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Menurut Tim Pelatih Proyek PGSM, PTK adalah suatu bentuk kajian yang bersifat reflektif oleh pelaku tindakan yang dilakukan untuk meningkatkan kemantapan rasional dari tindakan mereka dalam melaksanakan tugas, memperdalam pemahaman terhadap tindakan-tindakan yang dilakukan itu, serta memperbaiki kondisi dimana praktek pembelajaran tersebut dilakukan (dalam Mukhlis, 2003: 3).

Sedangkah menurut Muhlis (2003: 5) PTK adalah suatu bentuk kajian yang bersifat sistematis reflektif oleh pelaku tindakan untuk memperbaiki kondisi pembelajaran yang dilakukan.

Adapun tujuan utama dari PTK adalah untuk memperbaiki/meningkatkan pratek pembelajaran secara berkesinambungan, sedangkan tujuan penyertaannya adalah menumbuhkan budaya meneliti di kalangan guru (Mukhlis, 2003: 5).

Sesuai dengan jenis penelitian yang dipilih, yaitu penelitian tindakan, maka penelitian ini menggunakan model penelitian tindakan dari Kemmis dan Taggart (dalam Sugiarti, 1997: 6), yaitu berbentuk spiral dari sklus yang satu ke siklus yang berikutnya. Setiap siklus meliputi planning (rencana), action (tindakan), observation (pengamatan), dan reflection (refleksi). Langkah pada siklus berikutnya adalah perncanaan yang sudah direvisi, tindakan, pengamatan, dan refleksi. Sebelum masuk pada siklus 1 dilakukan tindakan pendahuluan yang berupa identifikasi permasalahan. Siklus spiral dari tahap-tahap penelitian tindakan kelas dapat dilihat pada gambar berikut.













Gambar 3.1 Alur PTK

Penjelasan alur di atas adalah:

  1. Rancangan/rencana awal, sebelum mengadakan penelitian peneliti menyusun rumusan masalah, tujuan dan membuat rencana tindakan, termasuk di dalamnya instrumen penelitian dan perangkat pembelajaran.

  2. Kegiatan dan pengamatan, meliputi tindakan yang dilakukan oleh peneliti sebagai upaya membangun pemahaman konsep siswa serta mengamati hasil atau dampak dari diterapkannya metode pembelajaran model permainan.

  3. Refleksi, peneliti mengkaji, melihat dan mempertimbangkan hasil atau dampak dari tindakan yang dilakukan berdasarkan lembar pengamatan yang diisi oleh pengamat.

  4. Rancangan/rencana yang direvisi, berdasarkan hasil refleksi dari pengamat membuat rancangan yang direvisi untuk dilaksanakan pada siklus berikutnya.

Observasi dibagi dalam tiga putaran, yaitu putaran 1, 2 dan 3, dimana masing putaran dikenai perlakuan yang sama (alur kegiatan yang sama) dan membahas satu sub pokok bahasan yang diakhiri dengan tes formatif di akhir masing putaran. Dibuat dalam tiga putaran dimaksudkan untuk memperbaiki sistem pengajaran yang telah dilaksanakan.


C. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari:

1. Silabus

Yaitu seperangkat rencana dan pengaturan tentang kegiatan pembelajaran pengelolahan kelas, serta penilaian hasil belajar.

2. Rencana Pelajaran (RP)

Yaitu merupakan perangkat pembelajaran yang digunakan sebagai pedoman guru dalam mengajar dan disusun untuk tiap putaran. Masing-masing RP berisi kompetensi dasar, indikator pencapaian hasil belajar, tujuan pembelajaran khusus, dan kegiatan belajar mengajar.

3. Tes formatif

Tes ini disusun berdasarkan tujuan pembelajaran yang akan dicapai, digunakan untuk mengukur kemampuan pemahaman konsep matematika pada penguasaan kalimat perintah. Tes formatif ini diberikan setiap akhir putaran. Bentuk soal yang diberikan adalah pilihan ganda (objektif). Sebelumnya soal-soal ini berjumlah 45 soal yang telah diujicoba, kemudian penulis mengadakan analisis butir soal tes yang telah diuji validitas dan reliabilitas pada tiap soal. Analisis ini digunakan untuk memilih soal yang baik dan memenuhi syarat digunakan untuk mengambil data. Langkah-langkah analisi butir soal adalah sebagai berikut:



  1. Validitas Tes

Validitas butir soal atau validitas item digunakan untuk mengetahui tingkat kevalidan masing-masing butir soal. Sehingga dapat ditentukan butir soal yang gagal dan yang diterima. Tingkat kevalidan ini dapat dihitung dengan korelasi Product Moment:

(Suharsimi Arikunto, 2001: 72)

Dengan: rxy : koefisien korelasi product moment

N : jumlah peserta tes

ΣY : jumlah skor total

ΣX : jumlah skor butir soal

ΣX2 : jumlah kuadrat skor butir soal

ΣXY : jumlah hasil kali skor butir soal

  1. Reliabilitas

Relaiabilitas butir sola dalam penelitian ini menggunakn rumus belah dua sebagai berikut:

(Suharsimi Arikunto, 20001: 93)

Dengan: r11 : koefisien reliabilatas yang sudah disesuaikan

r1/21/2 : korelasi antara skor-skor setiap belahan tes

Kriteria reliabilitas tes jika harga r11 dari perhitung lebih besar dari harga r pada tabel product moment maka tes tersebut reliable.

  1. Taraf Kesukaran

Bilangan yang menunjukkan sukar dan mudahnya suatu soal adalah indeks kesukaran. Rumus yang digunakan untuk menentuikan taraf kesukaran adalah:

(Suharsimi Arikunto, 2001: 208)

Dengan: P : Indeks kesukaran

B : banyak siswa yang menjawab soal dengan benar

Js : Jumlah seluruh siswa peserta tes

Kriteria untuk menentukan indeks kesukaran sola adalah sebagai berikut:

  • Soal dengan P = 0,000 sampai 0,300 adalah sukar

  • Soal dengan P = 0,301 sampai 0,700 adalah sedang

  • Soal dengan P = 0,701 sampai 1,000 adalah mudah

  1. Daya Pembeda

Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan rendah. Angka yang menunjukkan besarnya daya pembeda desebut indeks diskriminasi. Rumus yang digunakan untuk menghitung indeks diskriminasi adalah sebagai berikut:

(Suharsimi Arikunto, 2001: 211)

Dimana:

D : Indeks diskriminasi

BA : Banyak peserta kelompok atas yang menjawab dengan benar

BB : Banyak peserta kelompok bawah yang menjawab dengan benar

JA : Jumlah peserta kelompok atas

JB : Jumlah peserta kelompok bawah

proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar.

proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar

Kriteria yang digunakan untuk menentukan daya pembeda butir soal sebagai berikut:

  • Soal dengan D = 0,000 sampai 0,200 adalah jelek

  • Soal dengan D = 0,201 sampai 0,400 adalah cukup

  • Soal dengan D = 0,401 sampai 0,700 adalah baik

  • Soal dengan D = 0,701 sampai 1,000 adalah sangat baik





D. Metode Pengumpulan Data

Data-data yang diperlukan dalam penelitian ini diperoleh melalui observasi pengolahan cara belajar aktif model permainan, observasi aktivitas siswa dan guru angket motivasi siswa, dan tes formatif.


E. Teknik Analisis Data

Untuk mengetahui keefektivan suatu metode dalam kegiatan pembelajaran perlu diadakan analisa data. Pada penelitian ini menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif, yaitu suatu metode penelitian yang bersifat menggambarkan kenyataan atau fakta sesuai dengan data yang diperoleh dengan tujuan untuk mengetahui prestasi belajar yang dicapai siswa juga untuk memperoleh respon siswa terhadap kegiatan pembelajaran serta aktivitas siswa selama proses pembelajaran.

Untuk mengalisis tingkat keberhasilan atau persentase keberhasilan siswa setelah proses belajar mengajar setiap putarannya dilakukan dengan cara memberikan evaluasi berupa soal tes tertulis pada setiap akhir putaran.

Analisis ini dihitung dengan menggunakan statistic sederhana yaitu:

  1. Untuk menilai ulangan atau tes formatif

Peneliti melakukan penjumlahan nilai yan gdiperoleh siswa, yang selanjutnya dibagi dengan jumlah siswa yang ada di kelas tersebut sehingga diperoleh rata-rata tes formatif dapat dirumuskan:

Dengan : = Nilai rata-rata

Σ X = Jumlah semua nilai siswa

Σ N = Jumlah siswa

2. Untuk ketuntasan belajar

Ada dua kategori ketuntasan belajar yaitu secara perorangan dan secara klasikal. Berdasarkan petunju pelaksanaan belajar mengajar kurikulum 1994 (Depdikbud, 1994), yaitu seorang siswa telah tuntas belajar bila telah mencapai skor 65% atau nilai 65, dan kelas disebut tuntas belajar bila di kelas tersebut terdapat 85% yang telah mencapai daya serap lebih dari atau sama dengan 65%. Untuk menghitung persentase ketuntasan belajar digunakan rumus sebagai berikut:








BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


Data penelitian yang diperoleh berupa hasil uji coba item butir soal, data observasi berupa pengamatan pengelolaan belajar aktif dan pengamatan aktivitas siswa dan guru pada akhir pembelajaran, dan data tes formatif siswa pada setiap siklus.

Data hasil uji coba item butir soal digunakan untuk mendapatkan tes yang betul-betul mewakili apa yang diinginkan. Data ini selanjutnya dianalisis tingkat validitas, reliabilitas, taraf kesukaran, dan daya pembeda.

Data lembar observasi diambil dari dua pengamatan yaitu data pengamatan pengelolaan belajar aktif yang digunakan untuk mengetahui pengaruh penerapan model belajar aktif dalam meningkatkan prestasi belajar siswa dan data pengamatan aktivitas siswa dan guru.

Data tes formatif untuk mengetahui peningkatan prestasi belajar siswa setelah diterapkan belajar aktif.


  1. Analisis Item Butir Soal

Sebelum melaksanakan pengambilan data melalui instrument penelitian berupa tes dan mendapatkan tes yang baik, maka data tes tersebut diuji dan dianalisis. Uji coba dilakukan pada siswa di luar sasaran penelitian. Analisis tes yang dilakukan meliputi:

  1. Validitas

Validitas butir soal dimaksudkan untuk mengetahui kelayakan tes sehingga dapat digunakan sebagai instrument dalam penelitian ini. Dari perhitungan 45 soal diperoleh 15 soal tidak valid dan 30 soal valid. Hasil dari validits soal-soal dirangkum dalam tabel di bawah ini.

Tabel 1.

Soal Valid dan Tidak Valid Tes Formatif Siswa

Soal Tidak Valid

Soal Valid

8, 10, 11, 15, 16, 18, 20, 22, 24, 31, 32, 33, 34, 35, 40

1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 9, 12, 13, 14, 17, 19, 21, 23, 25, 26, 27, 28, 29, 30, 36, 37, 38, 39, 41, 42, 43, 44, 45,


  1. Reliabilitas

Soal-soal yang telah memenuhi syarat validitas diuji reliabilitasnya. Dari hasil perhitungan diperoleh koefisien reliabilitas r11 sebesar 0, 630. Harga ini lebih besar dari harga r product moment. Untuk jumlah siswa (N = 30) dengan r (95%) = 0,361. Dengan demikian soal-soal tes yang digunakan telah memenuhi syarat reliabilitas.

  1. Taraf Kesukaran (P)

Taraf kesukaran digunakan untuk mengetahui tingkat kesukaran soal. Hasil analisis menunjukkan dari 45 soal yang diuji terdapat:

  • 20 soal mudah

  • 15 soal sedang

  • 10 soal sukar

  1. Daya Pembeda

Analisis daya pembeda dilakukan untuk mengetahui kemampuan soal dalam membedakan siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan rendah.

Dari hasil analisis daya pembeda diperoleh soal yang berkriteria jelek sebanyak 12 soal, berkriteria cukup 24 soal, berkriteria baik 8 soal, dan yang berkriteria tidak baik 1 soal. Dengan demikian soal-soal tes yang digunakan telah memenuhi syara-syarat validitas, reliabilitas, taraf kesukaran, dan daya pembeda.


B. Analisis Data Penelitian Persiklus

1. Siklus I

a. Tahap Perencanaan

Pada tahap ini peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran yang terdiri dari rencana pelajaran 1, soal tes formatif 1 dan alat-alat pengajaran yang mendukung.

b. Tahap Kegiatan dan Pelaksanaan

Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus I dilaksanakan pada tanggal 5 Januari 2005 di Kelas …………dengan jumlah siswa 30 siswa. Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai guru. Adapun proses belajar mengajar mengacu pada rencana pelajaran yang telah dipersiapkan. Pengamatan (observasi) dilaksanakan bersamaan dengan pelaksaaan belajar mengajar.

Pada akhir proses belajar mengajar siswa diberi tes formatif I dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam proses belajar mengajar yang telah dilakukan. Adapun data hasil penelitian pada siklus I adalah sebagai berikut:

Table 2. Nilai Tes Siklus I

No.

Nama Siswa

Skor

Keterangan

T

TT

1


70


2


60


3


80


4


40


5


50


6


80


7


70


8


60


9


90


10


80


11


80


12


80


13


70


14


60


15


80


16


60


17


80


18


70


19


80


20


60


21


60


22


70


23


70


24


70


25


80


26


70


27


80


28


70


29


60


30

.

60


Jumlah Skor 2090

Jumlah Skor Mask. Ideal 3000

% Skor Tercapai 69,67

2090

20

10


Keterangan: T : Tuntas

TT : Tidak Tuntas

Jumlah siswa yang tuntas : 20

Jumlah siswa yang belum tuntas : 10

Klasikal : Belum tuntas


Tabel 3. Distribusi Hasil Tes Formatif Siswa pada Siklus I

No

Uraian

Hasil Siklus I

1

2

3

Nilai rata-rata tes formatif

Jumlah siswa yang tuntas belajar

Persentase ketuntasan belajar

69,67

20,00

66,67


Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa dengan menerapkan cara belajar aktif model permainan diperoleh nilai rata-rata prestasi belajar siswa adalah 69,67 dan ketuntasan belajar mencapai 66,67% atau ada 20 siswa dari 30siswa sudah tuntas belajar. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada siklus pertama secara klasikal siswa belum tuntas belajar, karena siswa yang memperoleh nilai ≥ 65 hanya sebesar 66,67% lebih kecil dari persentase ketuntasan yang dikehendaki yaitu sebesar 85%. Hal ini disebabkan karena siswa masih merasa baru dan belum mengerti apa yang dimaksudkan dan digunakan guru dengan menerapkan cara belajar aktif dalam belajar bahasa Inggris, juga karena tingkat penguasaan kosa kata dan pemahaman terhadap kalimat perintah yang dikuasai oleh siswa masih sangat rendah.

2. Siklus II

a. Tahap perencanaan

Pada tahap inipeneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran yang terdiri dari rencana pelajaran 2, soal tes formatif II dan alat-alat pengajaran yang mendukung.

b. Tahap kegiatan dan pelaksanaan

Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus II dilaksanakan pada tanggal 12 Januari 2005 di Kelas … dengan jumlah siswa 30 siswa. Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai guru. Adapun proses belajar mengajar mengacu pada rencana pelajaran dengan memperhatikan revisi pada siklus I, sehingga keslah atau kekurangan pada siklus I tidak terulang lagi pada siklus II. Pengamatan (observasi) dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan belajar mengajar.

Pada akhir proses belajar mengajar siswa diberi tes formatif II dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam proses belajar mengajar yang telah dilakukan. Instrumen yang digunakan adalah tes formatif II. Adapun data hasil penelitian pada siklus II adalah sebagai berikut.

Table 4. Nilai Tes Siklus II

No.

Nama Siswa

Skor

Keterangan

T

TT

1


100


2


70


3


90


4


60


5


70


6


60


7


70


8


80


9


70


10


80


11


80


12


60


13


70


14


70


15


80


16


50


17


80


18


80


19


70


20


60


21


60


22


90


23


90


24


80


25


80


26


80


27


80


28


80


29


80


30


60


Jumlah Skor 2230

Jumlah Skor Mask. Ideal 3000

% Skor Tercapai 74,33

2230

23

7

Keterangan: T : Tuntas

TT : Tidak Tuntas

Jumlah siswa yang tuntas : 23

Jumlah siswa yang belum tuntas : 7

Klasikal : Belum tuntas


Tabel 5. Hasil Tes Formatif Siswa pada Siklus II

No

Uraian

Hasil Siklus II

1

2

3

Nilai rata-rata tes formatif

Jumlah siswa yang tuntas belajar

Persentase ketuntasan belajar

74,33

23,00

76,67


Dari tabel di atas diperoleh nilai rata-rata prestasi belajar siswa adalah 74,33 dan ketuntasan belajar mencapai 76,67% atau ada 23 siswa dari 30 siswa sudah tuntas belajar. Hasil ini menunjukkan bahwa pada siklus II ini ketuntasan belajar secara klasikal telah mengalami peningkatan sedikit lebih baik dari siklus I. Adanya peningkatan hasil belajar siswa mulai banyak mengenal kosa kata dan memahami pertanyaan pendek yang sering didengarnya dan juga siswa-siswa tersebut mulai akrab dengan berbagai kalimat yang sering digunakan dalam permainan ini.

3. Siklus III

a. Tahap Perencanaan

Pada tahap ini peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran yang terdiri dari rencana pelajaran 3, soal tes formatif 3 dan alat-alat pengajaran yang mendukung.


b. Tahap kegiatan dan pengamatan

Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus III dilaksanakan pada tanggal 19 Januari 2005 di Kelas ……… dengan jumlah siswa 30 siswa. Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai guru. Adapun proses belajar mengajar mengacu pada rencana pelajaran dengan memperhatikan revisi pada siklus II, sehingga kesalahan atau kekurangan pada siklus II tidak terulang laig pada siklus III. Pengamatan (observasi) dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan belajar mengajar.

Pada akhir proses belajar mengajar siswa diberi tes formatif III dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam proses belajar mengajar yang telah dilakukan. Instrumen yang digunakan adalah tes formatif III. Adapun data hasil penelitian pada siklus III adalah sebagai berikut:










Table 6. Nilai Tes Siklus III

No.

Nama Siswa


Keterangan

T

TT

1


80


2


90


3


90


4


60


5


90


6


90


7


90


8


80


9


80


10


90


11


60


12


80


13


90


14


90


15


80


16


80


17


90


18


80


19


70


20


80


21


60


22


80


23


90


24


90


25


90


26


80


27


90


28


80


29


90


30


60


Jumlah Skor 2450

Jumlah Skor Mask. Ideal 3000

% Skor Tercapai 81,67

2450

26

4

Keterangan: T : Tuntas

TT : Tidak Tuntas

Jumlah siswa yang tuntas : 26

Jumlah siswa yang belum tuntas : 4

Klasikal : Tuntas

Tabel 7. Hasil Tes Formatif Siswa pada Siklus III

No

Uraian

Hasil Siklus III

1

2

3

Nilai rata-rata tes formatif

Jumlah siswa yang tuntas belajar

Persentase ketuntasan belajar

81,67

26,00

86,67


Berdasarkan tabel diatas diperoleh nilai rata-rata tes formatif sebesar 81,67 dan dari 30 siswa yang telah tuntas sebanyak 30 siswa dan 4 siswa belum mencapai ketuntasan belajar. Maka secara klasikal ketuntasan belajar yang telah tercapai sebesar 86,67% (termasuk kategori tuntas). Hasil pada siklus III ini mengalami peningkatan lebih baik dari siklus II. Adanya peningkatan hasil belajar pada siklus III ini dipengaeruhi oleh adanya peningkatan kemampuan siswa dalam menangkap materi dan penguasaan kosa kata yang digunakan dalam permainan tersebut. Karena seringnya siswa menggunakan kalimat dan kosa kata juga dalam memberi perintah serta bertanya dalam bahasa Inggris, siswa akhirnya akrab dan familiar dengan kosa kata dan berbagai pertanyaan yang sering dilontarkan dalam permainan tersebut.

c. Refleksi

Pada tahap ini akah dikaji apa yang telah terlaksana dengan baik maupun yang masih kurang baik dalam proses belajar mengajar dengan penerapan belajar aktif. Dari data-data yang telah diperoleh dapat duraikan sebagai berikut:

  1. Selama proses belajar mengajar guru telah melaksanakan semua pembelajaran dengan baik. Meskipun ada beberapa aspek yang belum sempurna, tetapi persentase pelaksanaannya untuk masing-masing aspek cukup besar.

  2. Berdasarkan data hasil pengamatan diketahui bahwa siswa aktif selama proses belajar berlangsung.

  3. Kekurangan pada siklus-siklus sebelumnya sudah mengalami perbaikan dan peningkatan sehingga menjadi lebih baik.

  4. Hasil belajar siswsa pada siklus III mencapai ketuntasan.

d. Revisi Pelaksanaan

Pada siklus III guru telah menerapkan belajar aktif dengan baik dan dilihat dari aktivitas siswa serta hasil belajar siswa pelaksanaan proses belajar mengajar sudah berjalan dengan baik. Maka tidak diperlukan revisi terlalu banyak, tetapi yang perlu diperhatikan untuk tindakah selanjutnya adalah memaksimalkan dan mepertahankan apa yang telah ada dengan tujuan agar pada pelaksanaan proses belajar mengajar selanjutnya penerapan belajar aktif dapat meningkatkan proses belajar mengajar sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.





C. Pembahasan

1. Ketuntasan Hasil belajar Siswa

Melalui hasil peneilitian ini menunjukkan bahwa cara belajar aktif model permainan memiliki dampak positif dalam meningkatkan prestasi belajar siswa. Hal ini dapat dilihat dari semakin mantapnya pemahaman siswa terhadap materi yang disampaikan guru (ketuntasan belajar meningkat dari sklus I, II, dan III) yaitu masing-masing 66,67%, 76,67%, dan 86,67%. Pada siklus III ketuntasan belajar siswa secara klasikal telah tercapai.

2. Kemampuan Guru dalam Mengelola Pembelajaran

Berdasarkan analisis data, diperoleh aktivitas siswa dalam proses belajar aktif dalam setiap siklus mengalami peningkatan. Hal ini berdampak positif terhadap prestasi belajar siswa yaitu dapat ditunjukkan dengan meningkatnya nilai rata-rata siswa pada setiap siklus yang terus mengalami peningkatan.

3. Aktivitas Guru dan Siswa Dalam Pembelajaran

Berdasarkan analisis data, diperoleh aktivitas siswa dalam proses pembelajaran Bahasa Inggris pada pokok bahasan memahami kosa kata dan kalimat perintah dengan model belajar aktif yang paling dominan adalah bekerja dengan menggunakan alat/media, mendengarkan/memperhatikan penjelasan guru, dan diskusi antar siswa/antara siswa dengan guru. Jadi dapat dikatakan bahwa aktivitas isiwa dapat dikategorikan aktif.

Sedangkan untuk aktivitas guru selama pembelajaran telah melaksanakan langkah-langkah belajar aktif dengan baik. Hal ini terlihat dari aktivitas guru yang muncul di antaranya aktivitas membimbing dan mengamati siswa dalam mengerjakan kegiatan pembelajaran, menjelaskan/melatih menggunakan alat, memberi umpan balik/evaluasi/Tanya jawab dimana prosentase untuk aktivitas di atas cukup besar.

















BAB V

PENUTUP


A. Kesimpulan

Dari hasil kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan selama tiga siklus, dan berdasarkan seluruh pembahasan serta analisis yang telah dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Pembelajaran dengan cara belajar aktif model permainan memiliki dampak positif dalam meningkatkan prestasi belajar siswa yang ditandai dengan peningkatan ketuntasan belajar siswa dalam setiap siklus, yaitu siklus I (66,67%), siklus II (76,67%), siklus III (86,67%).

  1. Penerapan cara belajar aktif model permainan mempunyai pengaruh positif, yaitu dapat meningkatkan motivasi belajar siswa yang ditunjukan dengan rata-rata jawaban siswa yang menyatakan bahwa siswa tertarik dan berminat dengan model belajar aktif sehingga mereka menjadi termotivasi untuk belajar.

  2. Penerapan cara belajar aktif model permainan bisa meningkatkan penguasaan kosa kata (vocabulary building) serta pemahaman tentang pertanyaan serta dapat menjawab pertanyaan, karena siswa akhirnya familiar dengan kosa kota yang sering dipakai, juga familiar dengan berbagai pertanyaan yang sering didengan dan dilontarkan oleh siswa maupun guru.


B. Saran

Dari hasil penelitian yang diperoleh dari uraian sebelumnya agar proses belajar mengajar Bahasa Inggris lebih efektif dan lebih memberikan hasil yang optimal bagi siswa, makan disampaikan saran sebagai berikut:

  1. Untuk melaksanakan belajar aktif memerlukan persiapan yang cukup matang, sehingga guru harus mempu menentukan atau memilih topik yang benar-benar bisa diterapkan dengan cara belajar aktif model permainan dalam proses belajar mengajar sehingga diperoleh hasil yang optimal.

  2. Dalam rangka meningkatkan prestasi belajar siswa, guru hendaknya lebih sering melatih siswa dengan kegiatan penemuan, walau dalam taraf yang sederhana, dimana siswa nantinya dapat menemuan pengetahuan baru, memperoleh konsep dan keterampilan, sehingga siswa berhasil atau mampu memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya.

  3. Perlu adanya penelitian yang lebih lanjut, karena hasil penelitian ini hanya dilakukan di ……………………………………………








DAFTAR KEPUSTAKAAN


Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineksa Cipta

Ali, Muhammad. 1996. Guru Dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algesindon.

Dayan, Anto. 1972. Pengantar Metode Statistik Deskriptif, tt. Lembaga Penelitian Pendidian dan Penerangan Ekonomi.

Hadi, Sutrisno. 198. Metodologi Research, Jilid 1. Yogyakarta: YP. Fak. Psikologi UGM.

Lee, W.R. 1985. Language Teaching Games and Contests. London: Oxfortd University Press.

Melvin, L. Siberman. 2004. Aktif Learning, 101 Cara Belajar Siswa Aktif. Bandung: Nusamedia dan Nuansa.

Riduawan. 2005. Belajar Mudah Penelitian untuk Guru-Karyawan dan Peneliti Pemula. Bandung: Alfabeta.

Sudjana, Nana. 1989. Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru.

Sukmadinata, Nana Syaodih. 2005. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Surakhmad, Winarno. 1990. Metode Pengajaran Nasional. Bandung: Jemmars.

Weed, Gretchen, E. 1971. Using Games in Teaching Children. ELEC Bulletin No. 32. Winter. Tokyo. Japan.






0 komentar: